Suasana antrian di depan loket pendaftaran RSUD Polewali. Pasien membludak pasca kebijakan pembatasan pasien (Asrianto/masalembo.com)
POLEWALI, MASALEMBO.COM - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Polewali Mandar, Sulbar, terpaksa membatasi pasien. Langkah ini diambil akibat ketidakmampuan rumah sakit melayani pasien karena keterbatasan persediaat obat e-catalog yang tidak stabil akibat keterlambatan pembayaran klaim BPJS. Pengumuman ini juga telah beredar dalam bentuk surat yang ditanda tangani Direktur Utama Rumah Sakit per tanggal 15 Januari 2019.
Direktur Utama RSUD Polman, Samsiah yang ditemui di ruangannya, Jumat (18/1/2019) menjelaskan, untuk pasien rawat jalan yang masuk dalam kategori pasien rujuk balik (DM, hipertensi, jantung, asma, PPOK, epilepsi, schizophrenia, strooke, dan systemic lupus eruthematosus), hanya bisa berobat ke rumah sakit satu kali kunjungan dalam sebulan.
Surat rujukan dari Puskesmas yang berlaku selama tiga bulan digunakan untuk tiga kali kunjungan kerumah sakit (sekali kunjungan dalam sebulan). Sementara untuk obat yang ditanggung hanya untuk pemakaian selama tujuh hari. Sementara sisa kebutuhan obat untuk 23 hari berikutnya dikembalikan ke apotek PRB yang ditunjuk langsung oleh BPJS dalam penyediaan obat rujuk balik.
"Harusnya BPJS menyediakan apotek di kantornya, atau bekerjasama dengan apotek untuk penyediaan obat kroniknya," jelas Samsiah.
Samsiah mengatakan, BPJS Cabang Polman masih mengutang dan belum terbayarkan pada tahun 2018, yakni September, Oktober, November dan Desember, belum dibayar. Jumlahnya sekitar Rp8 miliyar.
"Kami sudah melakukan upaya tetap melayani pasien, namun biaya operasional tidak mampu untuk membayar jasa para dokter, dan tenaga medis akibat kekurangan dana akibat klaim dari BPJS belum dibayar," terangnya.
Terpisah, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Cabang Polewali, Harie Wibawa mengatakan, bahwa untuk klaim bulan September masih menunggu dropping pembayaran. Sementara Oktober, November dan Desember masih dalam proses.
Mengenai kebijakan pembatasan obat kronis, Harie Wibawa menambahkan, jika itu memang ada dalam regulasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tapi namanya program rujuk balik. Program rujuk balik ini dikhususkan kepada pasien kronis yang diagnosanya tertulis dalam surat direktur yang ada sembilan diagnosa.
Untuk ketersediaan obat kronis, BPJS Cabang Polewali akan bekerjasama dengan salah satu apotek di Jalan Mr. Muhammad Yamin, Kelurahan Manding. Namun, hal terkedala karena apotek tersebut masih dalam skala kecil dan sarana dan prasana belum memadai dari sisi pendanaan maupun sisi SDM-nya.
Solusi saat ini, pihak BPJS telah melakukan kerjasama dengan apotek Kimia Farma di Kabupaten Pinrang. Sistemnya, apotek Kimia Farma tersebut yang akan mengirimkan obat kepada pasien yang dikirim kepada BPJS, untuk didaftarkan sebagai pasien rujuk balik.
"Untuk sementara, nanti pasiennya ambil obatnya di kantor dulu," ujarnya.
Sementara itu, BPJS telah berkoordinasi dengan pihak rumah sakit agar tetap melakukan upaya untuk tetap menjamin keberlangsungan obat pasien. Tampak, pelayanan di rumah sakit tetap berjalan seperti biasanya. Namun tumpukan pasien di loket pendaftaran dan beberapa poli sangat membludak. Sejumlah pasien yang baru mengetahui pengumuman tersebut mengeluhkan.
"Kasihan kita ini, bagaimana kita kalau sakit, masa mau dibatasi," kata Rahma, salah satu keluarga pasien. (ant/har)
Direktur Utama RSUD Polman, Samsiah yang ditemui di ruangannya, Jumat (18/1/2019) menjelaskan, untuk pasien rawat jalan yang masuk dalam kategori pasien rujuk balik (DM, hipertensi, jantung, asma, PPOK, epilepsi, schizophrenia, strooke, dan systemic lupus eruthematosus), hanya bisa berobat ke rumah sakit satu kali kunjungan dalam sebulan.
Surat rujukan dari Puskesmas yang berlaku selama tiga bulan digunakan untuk tiga kali kunjungan kerumah sakit (sekali kunjungan dalam sebulan). Sementara untuk obat yang ditanggung hanya untuk pemakaian selama tujuh hari. Sementara sisa kebutuhan obat untuk 23 hari berikutnya dikembalikan ke apotek PRB yang ditunjuk langsung oleh BPJS dalam penyediaan obat rujuk balik.
"Harusnya BPJS menyediakan apotek di kantornya, atau bekerjasama dengan apotek untuk penyediaan obat kroniknya," jelas Samsiah.
Samsiah mengatakan, BPJS Cabang Polman masih mengutang dan belum terbayarkan pada tahun 2018, yakni September, Oktober, November dan Desember, belum dibayar. Jumlahnya sekitar Rp8 miliyar.
"Kami sudah melakukan upaya tetap melayani pasien, namun biaya operasional tidak mampu untuk membayar jasa para dokter, dan tenaga medis akibat kekurangan dana akibat klaim dari BPJS belum dibayar," terangnya.
Terpisah, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Cabang Polewali, Harie Wibawa mengatakan, bahwa untuk klaim bulan September masih menunggu dropping pembayaran. Sementara Oktober, November dan Desember masih dalam proses.
Mengenai kebijakan pembatasan obat kronis, Harie Wibawa menambahkan, jika itu memang ada dalam regulasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tapi namanya program rujuk balik. Program rujuk balik ini dikhususkan kepada pasien kronis yang diagnosanya tertulis dalam surat direktur yang ada sembilan diagnosa.
Untuk ketersediaan obat kronis, BPJS Cabang Polewali akan bekerjasama dengan salah satu apotek di Jalan Mr. Muhammad Yamin, Kelurahan Manding. Namun, hal terkedala karena apotek tersebut masih dalam skala kecil dan sarana dan prasana belum memadai dari sisi pendanaan maupun sisi SDM-nya.
Solusi saat ini, pihak BPJS telah melakukan kerjasama dengan apotek Kimia Farma di Kabupaten Pinrang. Sistemnya, apotek Kimia Farma tersebut yang akan mengirimkan obat kepada pasien yang dikirim kepada BPJS, untuk didaftarkan sebagai pasien rujuk balik.
"Untuk sementara, nanti pasiennya ambil obatnya di kantor dulu," ujarnya.
Sementara itu, BPJS telah berkoordinasi dengan pihak rumah sakit agar tetap melakukan upaya untuk tetap menjamin keberlangsungan obat pasien. Tampak, pelayanan di rumah sakit tetap berjalan seperti biasanya. Namun tumpukan pasien di loket pendaftaran dan beberapa poli sangat membludak. Sejumlah pasien yang baru mengetahui pengumuman tersebut mengeluhkan.
"Kasihan kita ini, bagaimana kita kalau sakit, masa mau dibatasi," kata Rahma, salah satu keluarga pasien. (ant/har)