WAKATOBI, MASALEMBO.COM - Narasi politik kebencian semakin marak di media sosial menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Wakatobi, khususnya di Grup Facebook Wakatobi Online (WO). Intensitas ujaran kebencian yang tinggi menjadi sorotan Network For Indonesian Democratic Society (Netfid Wakatobi).
Netfid Wakatobi mencatat, istilah-istilah bernada kebencian seperti "Suneo," "Kumis," "Pelit," dan bahasa pejoratif lainnya sering digunakan untuk merendahkan para bakal calon. Bahkan, tak jarang muncul tindakan body shaming. Kondisi ini mengingatkan pada situasi Pemilu 2019 yang dikenal dengan istilah "Cebong dan Kampret."
Fenomena ini menunjukkan kurangnya literasi politik di Wakatobi, serta ketidakdewasaan dalam menghadapi kontestasi Pilkada. Kurangnya kesadaran untuk membangun politik berkualitas memerlukan perhatian serius dari berbagai elemen masyarakat, termasuk para bakal calon, partai politik, dan pendukung elit tertentu.
Ketua Netfid Wakatobi, Sabhadin menyatakan bahwa "jika politik kebencian terus berkembang, suhu politik akan semakin memanas, memicu disintegrasi sosial di antara pendukung, dan berpotensi menimbulkan ketegangan serta konflik. Hal ini tentu berdampak buruk pada kualitas demokrasi di Wakatobi."
Untuk itu, Netfid Wakatobi mengimbau agar semua pihak menghentikan politik kebencian dan mulai membangun komunikasi politik yang berfokus pada gagasan. Upaya ini penting untuk menciptakan Pilkada yang berkualitas dan menghasilkan pemimpin yang mumpuni bagi Wakatobi.
Pilkada serentak yang akan berlangsung pada November 2024 mendatang menjadi momentum penting bagi Wakatobi untuk membuktikan kematangan demokrasinya. Diharapkan, masyarakat dan semua pihak terkait dapat berpartisipasi secara positif dalam menciptakan iklim politik yang sehat dan konstruktif. (*/ril)