POLEWALI, MASALEMBO.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana membuka lelang ulang delapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral logam dan batubara. Blok-blok tambang yang akan dilelang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia yang dibagai dalam 8 Blok WIUP.
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulbar mencatat, daerah blok tambang yang akan dilelang antara lain Blok Lolayan di Bolaang Mongondow Sulawesi Utara (emas), Blok Taludaa di Bone Bolango Gorontalo (tembaga), Blok Pasiang di Polewali Mandar Sulawesi Barat (galena), Blok Pumlanga di Halmahera Timur Maluku Utara (nikel), Blok Ulu Rawas di Musi Rawas Utara Sumatera Selatan (biji besi), Blok Bayung Lencir di Musi Banyuasin Sumsel (batubara), Blok Tumbang Nusa di Kapuas Kaltim (batubara), dan Blok Natai Baru di Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah (batubara).
"Namun, di balik kabar tersebut, terdapat sorotan yang mendalam dari sejumlah pihak, termasuk kami dari WALHI Sulawesi Barat," kata Asnawi, Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Barat.
Melalui keterangan tertulisnya, Selasa (14/5/2024), Asnawi mengatakan, sebagai organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang lingkungan dan masukan sejumlah kelompok masyarakat yang prihatin terhadap dampak lingkungan dan sosial dari aktifitas pertambangan, dengan tegas menolak keputusan ini, terkhusus Blok Pasiang di Polewali Mandar Sulawesi Barat yang ada dalam wilayah kerja WALHI Sulbar.
"WALHI Sulbar memiliki alasan yang kokoh dan terukur untuk menentang rencana ini," ujar Asnawi.
Sejumlah alasan dikemukakan, diantaranya mempertimbangkan dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan oleh kegiatan tambang tersebut.
"Pertambangan mineral logam dan batubara dikenal sebagai salah satu industri yang paling merusak lingkungan. Dari kerusakan hutan hingga polusi air dan udara, dampak negatifnya dapat bertahan dalam jangka waktu yang sangat panjang," terang Asnawi.
Ia mengatakan, saat ini adalah era dimana kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan semakin melemah, padahal tindakan yang mengabaikan aspek ini sama sekali tidak dapat diterima.
Asnawi juga menyinggung perlunya memperhatikan dampak sosial dari kegiatan tambang. Dia mengungkap banyak wilayah di sekitar lokasi tambang yang akan dilelang adalah wilayah yang dihuni oleh masyarakat dan komunitas lokal. Dan pengalaman menunjukkan bahwa aktifitas tambang seringkali mengakibatkan konflik sosial, pembatasan akses terhadap sumber daya tradisional, dan bahkan pelanggaran hak asasi manusia.
"Masyarakat yang seharusnya menjadi pihak yang paling terdampak seringkali tidak memiliki suara dalam proses pengambilan keputusan seperti ini," ujarnya.
Selain itu, Asnawi juga meragukan transparansi dan akuntabilitas dalam proses lelang WIUP ini. Meskipun pemerintah menyatakan bahwa lelang akan dilakukan secara terbuka melalui aplikasi khusus dan situs web resmi, namun ia mengaku kuatir akan terjadi ketidakadilan dalam proses tersebut.
"Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa proses lelang sering kali dipengaruhi oleh kepentingan politik dan korporat, menyisakan sedikit ruang bagi pihak-pihak kecil dan masyarakat umum untuk bersaing secara adil," terang Asnawi. (Har/red)