-->

Hot News

Ada' Tuho: Katitanduanna Tomakarra, Pessendeanna Tomalumbu

By On Sabtu, Maret 02, 2024

Sabtu, Maret 02, 2024

Prosesi pelantikan Tomakaka Ulumanda di Seppong Desa Ulumanda, Kamis 16 Nopember 2023. (Tangkap layar TVRI Sulbar)


Catatan: Harmegi Amin

Tulisan ini saya buat sebagai ucapan selamat dan sukses atas Festival dan Pengukuhan Ada' Tuho Tomakaka Ulumanda di Kabiraan, Kecamatan Ulumanda, Kabupaten Majene 1 hingga 3 Februari 2024. 

Saya awali dari kutipan almarhum kakek saya Indoo Ada' Tuho, katitanduanna tomakarra, pessendeanna tomalumbu. (Muhammad Ali Mando)

***

Ada' Tuho adalah kebiasaan, atau dalam bahasa Belanda disebut adatrecht,  atau adah dalam bahasa Arab. Kebiasaan Ada' Tuho menjadi identitas diri masyarakat Ulumanda yang meski bukan lagi masyarakat petapa bumi tetapi mereka masih memegang erat nilai-nilai budaya tersebut. 

Masyarakat Ulumanda jika merujuk pendapat antropolog Belanda Cornelius Vollenhoven; mereka itu kira-kira adalah golongan ketiga dalam tipologi masyarakat adat, yakni masyarakat yang menjaga nilai-nilai kebiasaan leluhur tetapi berinteraksi dengan dunia luar dan kawin-mawin dengan orang luar. Tipologi keduanya menurut Vollenhoven adalah masyarakat yang menjaga nilai-nilai leluhur, berinteraksi dengan orang luar tetapi tidak mau kawin-mawin dengan orang luar. Kemudian tipologi pertama adalah masyarakat adat petapa bumi, yaitu yang menutup diri dari luar dan murni bergantung pada alam, seperti halnya masyarakat Badui Dalam di Banten, Lembang di Toraja, dan Kajang Dalam di Bulukumba.

Ada' Tuho Katitanduanna Tomakarra

Katitanduan atau katisuppuanna tomakarra di sini mengandung arti Ada' Tuho sebagai alat kontrol. Sebagai ilustrasi, ketika ada seseorang, tarulah kira-kira seorang jagoan yang berkasus dan anarkis terhadap suatu perkara, atau ingin keluar dari norma-norma dalam masyarakat, maka di sini Ada' Tuho hadir sebagai perisai (penghalang). Sehebat atau sejago apapun seseorang itu ketika di hadapkan pada Ada' Tuho (dalam hal ini pimpinan adat yaitu tomakaka) maka mesti dia tunduk, mennaung di passituruang sesuai keputusan adat yang diambil tomakaka.

Konsekuensi ketika seseorang tidak tunduk pada keputusan adat sangatlah berat, yaitu dondong di ada' tata di kasarrapuang, yang berarti tidak diakui lagi sebagai anggota komunitas, tidak dianggap lagi sebagai manusia utuh karena dia telah mate di ada' (hilang hak hidupnya dalam komunitas). Maka dia harus pergi meninggalkan kampung halamannya atau dikucilkan dalam masyarakat. 

Namun perlu ditegaskan di sini bahwa, sebelum keputusan adat diambil oleh tomakaka tentu akan didahului dengan persidangan (ballanga latte). Jadi Tomakaka selain memegang pemimpin pemerintahan (eksekutif) juga memegang kekuasan kehakiman (yudisial). Tomakaka dalam pengambilan keputusan, selain meminta pertimbangan dari para pemangku adat terlebih dengan kekuatan pappena'ding atau kira-kira dengan intuisi-metafisik yang dimilikinya sebagai pemangku tertinggi dalam struktur adat (kepala suku).

Penyelesaian kasus dalam Ada' Tuho pada ilustrasi di atas disebut Reppong Ulu Rendengang Talotto. Ini menjadi satu dari empat hukum dasar dalam Ada' Tuho. Tiga hukum dasar lainnya adalah Sakka Pambojangang atau Pa'bannetauang (soal perkawinan dan urusan rujuk-cerai), kemudian Sakka Pariama atau Pa'totibojoang (soal pertanian dan hukum alam), serta Panda Tomate (masalah kematian). 

Masyarakat dalam Ada' Tuho juga mengenal istilah panatta' sarrihu, yang artinya beragam pantangan atau pemali. Banyak pemali yang sudah ditinggalkan, bahkan sebagian masyarakat Ulumanda sudah tidak percaya lagi dengan pemali karena kehadiran syariat Islam, kecuali pemali yang sejalan dengan ajaran Islam; misalnya pemali menyebut nama mertua, pemali makan sambil berdiri (jalan), pemali duduk di atas kuburan dan lain-lain yang dianggap masih sejalan dengan agama.

Pessendeanna Tomalumbu

Ada' Tuho juga sebagai pessendeanna tomalumbu. Artinya tempat berlindung bagi orang-orang lemah, kaum muztadafin, orang tertintas, dan bahkan mereka yang terancam jiwanya. Karena itu ada dalil yang masyuhur moa muita balimbunganna ada' tuhoko tammate mapia takkadake. Poin penting di sini adalah balimbunganna ada' yang maksudnya adalah pemangku adat. 

Bila seseorang yang terancam nyawanya meminta perlindungan kepada tomakaka di dalam wilayah Ada' Tuho maka ia akan dilindungi nyawanya. Tapi perlu dicatat hukum ini hanya berlaku jika (1) yang bersangkutan mengadu dan minta perlindungan kepada tomakaka (ada'), (2) berada dalam wilayah Ada' Tuho, (3) tomakaka menyetujui/menyanggupinya.

Pada setiap kasus, tomakaka tidak dapat menawarkan perlindungan kepada siapapun kecuali yang bersangkutan (yang berkasus) yang memintanya dengan istilah mekkasende'/mekkaala atau mamberea kalaena kepada tomakaka.

Ketika kita flash back ke masa lalu, ada contoh kejadian di sekitar abad ke-17 yang dialami oleh raja Pamboang Daeng Tulolo yang saat itu dikejar dan hendak dibunuh oleh Daeng Rioso (seorang Panglima yang berhasil menyelamatkan Balanipa dari invasi Arung Palakka yang kemudian naik tahta jadi raja Balanipa). Ketika itu Daeng Tulolo bersama istrinya I Puraparaqbue lari ke Ulumanda dan diberi perlindungan oleh Tomakaka Ulumanda. Ia kemudian diberi tempat tinggal di Tasinara (Malunda) karena ketika meninggalkan wilayah Ada' Tuho maka keselamatannya tak dapat lagi dilindungi oleh tomakaka. Tetapi, Daeng Tulolo tetap memerintah Kerajaan Pamboang dan itulah sebabnya orang Pamboang menyebutnya Puatta di Malunda. Sementara Daeng Rioso meski tahu raja Pamboang bersama istri berada di Malunda tetapi tak bisa mendatanginya karena dia mengerti hukum Ada' Tuho ada di sana.

Kejadian lain juga pernah terjadi di wilayah Sendana, dituturkan banyak masyarakat di Ulumanda bahwa pernah seseorang dijatuhi hukuman pancung, tetapi karena saat itu Tomakaka Ulumanda lewat maka proses eksekusi dihentikan karena si korban meminta perlindungan pada Tomakaka. 

Hemat penulis, konsepsi pessendeanna tomalumbu ini hakekatnya adalah pengampunan. Pengampunan ada karena jiwa lemu (kasih sayang). Maka seorang tomakaka haruslah punya kearifan lemu, karena ia menjadi pelindung rakyatnya (petauanna). Sebaliknya, rakyat memiliki tanggung jawab dan kesadaran holistic menjaga kehormatan, kewibawaan dan kesakralan Ada' Tuho dan tomakaka sebagai simbolnya. Maka setiap orang yang ada dalam komunitas haruslah menghormati dan setia pada tomakaka. Pesan tutur mengatakan, moa naposiri'i tomakaka napomatei petaunna artinya apabila tomakaka malu maka rakyatnya rela mati demi membela dan menghapus rasa malu itu. (*)

comments
close
Banner iklan disini