-->

Hot News

Masuknya Islam di Pitu Ulunna Salu (03): Ulama Legendaris, Pukkali Malunda

By On Rabu, Februari 28, 2024

Rabu, Februari 28, 2024

Foto repro Pukkali Malunda, KH. Muhammad Husain. (Dok: Muhammad Ridwan Alimuddin)


Catatan: Muhammad Ridwan Alimuddin

MESKI baru sebatas dugaan, situs makam Tomakakaq Ulumanda yang bergelar Tomatindo di Tandeallo bisa dikaitkan dengan pengaruh Islam di Ulumandaq. Di situ ada dua makam, satu memiliki dua batu nisan (makam Tomatindo di Tandeallo), yang lain hanya satu (makam isteri Tomatindo di Tandeallo).

Berdasar posisi dua di nisan makam pertama, yang menggunakan poros utara-selatan, maka diduga itu adalah makam orang yang sudah beragama Islam. Sebab ketika jenazah dimasukkan ke dalam liang kubur, jenazah dihadapkan ke arah kiblat (barat).

Masa hidup Tomatindo di Tandiallo pun (1890-1900) diyakini Islam sudah memiliki pengaruh kuat di Mandar. Sekedar informasi, Muhammad Tahir Imam Lapeo lahir pada 1838 lebih tua dua tahun dari pada Tomatindo di Tandiallo. Sang imam wafat pada 1952 di usia 115 tahun. Tambahan catatan, pesisir Sendana-Malunda-Mamuju adalah ‘ladang’ dakwah Imam Lapeo.

Tidak usah jauh-jauh. Di Malunda ada ulama terkenal, usianya lebih tua tujuh tahun dari Tomatindo di Tandeallo. Gelarnya Pukkali Malunda. Sosok ulama yang memiliki pengaruh kuat di pedalaman Malunda dan Ulumandaq.

Pukkali Malunda memiliki nama lengkap KH. Muhammad Husain. Ayahnya dikenal dengan sapaan Puaq Bunga. Bapak Puaq Bunga berasal dari Malunda dan ibu dari Onang. Adapun ibunda Pukkali Malunda bernama Cindaraq yang disapa dengan nama Pueq Rakka, yang berasal dari Rantebulahan di Pitu Ulunna Salu.

Perkawinan Puaq Bunga dengan Cindaraq menghasilkan empat anak: tiga perempuan, yaitu Laba, Tuing, dan satu lagi yang belum diketahui namanya; dan satu anak laki-laki, itulah Muhammad Husain atau Pukkali Malunda. Beliau anak ketiga.

Sebelum menjabat kadi, panggilan Pukkali Malunda bukanlah namanya (Husain), tapi “I Balanda”. Itu disebabkan penampilan fisik Husain tidak sebagaimana umumnya anak-anak Malunda. Sosok dan wajah Husain seperti seorang anak yang memiliki orang tua dari ras yang berbeda. Dengan kata lain, Husain kulit dan wajahnya putih. Konon bola matanya juga memiliki warna yang berbeda.

Penulis Muhammad Ridwan Alimuddin saat berziarah di Makam Pukkali Malunda di Malunda, 20 November 2013. (Dok: Muhammad Ridwan Alimuddin)

Fisik beliau yang istimewa tersebut pernah menimbulkan beberapa kasus unik. Ketika masih kanak-kanak, kala I Balanda ikut kerabatnya berlayar ke Makassar, ada kejadian dia diciumi (tampak seperti dijilati) oleh orang Arab pedagang kain bombai. Katanya, “Anak ini memiliki keistimewaan.” Jauh sebelum itu, ketika masih bayi, I Balanda pernah disembunyikan kucing.

Lain waktu, di Majene, I Balanda pernah juga diambil penguasa Belanda, Tuan Petor. Soalnya, I Balanda disangka keturunan Belanda. Itu membuat orangtuanya panik. Dia datang ke kantor pemerintah Belanda membuktikan bahwa I Balanda adalah anak lokal dan memohon anaknya dikembalikan. Saat I Balanda pulang, dia dikasih bekal roti oleh orang Belanda asli. Orang tua I Balanda memiliki pekerjaan sebagaimana masyarakat Malunda pada umumnya. Bapaknya bertani dan berkebung, sedang ibunya sebagai ibu rumah tangga yang juga penenun sarung sutera. Sebab memiliki darah bangsawan, ibu Pukkali Malunda pernah hidup bersama Andi Depu (Raja Balanipa ke-50) di Kerajaan Mamuju. Di sana mereka sama-sama menenun.

Saat berumah tangga, Puaq Bunga dan isterinya hidup di Kappung Raqba di Banua, tak jauh dari Sungai Malunda. Pukkali Malunda dan tiga saudaranya yang lain dilahirkan di sana. Pukkali Malunda diperkirakan berumur 110 tahun atau lahir pada 1883. Umur beliau memang lebih 100 tahun sebab Pukkali Malunda pernah menjadi murid senior dari Imam Lapeo; Pukkali Malunda adalah kakak kelas Ambo Dalle sewaktu belajar ilmu agama di Pulau Salabose; dan Pukkali Malunda jauh lebih tua dari pada Annangguru Saleh yang mana sering datang ke Malunda untuk berdiskusi dengan Pukkali Malunda.

Sekedar catatan Imam Lapeo lahir pada 1838 dan wafat pada 1952 (umur 115 tahun), Ambo Dalle lahir pada 1901 dan wafat pada 1996 (96 tahun), dan Annangguru Saleh lahir pada 1913 dan wafat pada 1977 (65 tahun). (*)

BERSAMBUNG.

comments
close
Banner iklan disini