Muhammad Gaus, Pemerhati Pemilu.
SETIAP kontestasi pemilihan umum, kita selalu diperhadapkan pada kenyataan tapi tak terlihat secara kasat mata. Ia disebut shadow state (negara bayangan).
Konsep negara bayangan, dijelaskan oleh Wilian Reno(1995) dan barbara harris white(1999). Keduanya menyebutkan bahwa konstestasi pemilihan selalu diperhadapkan dengan hal yang sangat berbahaya salah satunya adalah "negera bayangan."
Dipandang berbahaya sebab, ada "negara" dalam negara yang mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah. Pengaruhnya sudah diklaim sejak proses pemilihan berlangsung hingga proses penyelenggaraan pemerintahan berlangsung pasca pemilu.
Proses politik selama penyelenggaraan pemilu sarat akan kompromi kepentingan antar elite politik. Adanya kompromi kepentingan, akan menimbulkan konsekuensi terhadap penyelenggarraan pemerintahan pasca pemenang pemilu ditetapkan.
Konsekuensi logis dari praktek negara bayangan yakni, penyelenggaraan pemerintahan formal mengalami ketidakberdayaan saat berhadapan dengan kekuatan sosial dan politik di luar pemerintahan yang sejak awal sudah mengkalim dominasinya terhadap mereka (sicalon sebelum terpilih).
Implikasinya, adanya keterputusan elektoral secara nyata, atau suara masyarakat hanya diperlukan saat pemilu, karena yang dilayani pemerintah adalah mereka yang selalu "membayanginya".
Untuk mendeteksi kerja negara bayangan maka perlu dilihat "Jika penyelengaraan pemerintahan atau pengawalan kerja pemerintah tidak berjalan baik pasca dilantik, berarti negara bayangan berkerja secara maksimal.
Kalau hipotesis di atas benar maka demokrasi telah berubah menjadi demonisasi yang artinya menurut Yasraf, hutan rimba kebencian. Bahkan membenarkan tulisan Steven Levitsky dan Daniel Ziblat bahwa kerusakan demokrasi sesungguhnya dimulai dari bilik suara.
Menyongsong pemilu, setiap kita perlu melihat track record si calon. Baik untuk kursi legislatif sebagai lembaga pengawas kinerja pemerintah maupun untuk kursi eksekutif sebagai lembaga penyelengga pemerintahan. Pastikan bahwa pilihan kita terbebas dari hal yang dapat membatasi dirinya untuk mengabdi kepada konstituen. (*)