Oleh: Nurhidayah (Dosen Universitas Sulawesi Barat, Mahasiswa S3 Teknologi Pendidikan UNESA Surabaya)
MENURUT Forum Ekonomi Dunia tahun 2015 terdapat enam literasi dasar kecakapan hidup abad 21 yang wajib dikuasai oleh generasi muda antara lain literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewarganegaran (Nudiati & Sudiapermana, 2020). Namun fakta di Indonesia menunjukkan bahwa berdasarkan survey yang dilakukan oleh Program for International of Student Assesment (PISA) yang diliris Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 2018, Indonesia mendapatkan poin 379 dalam bidang numerasi sehingga menempati ranking 68 dari 75 negara, atau dengan kata lain Indonesia berada di 10 negara terbawah berdasarkan kemampuan matematika (OECD, 2019).
Rendahnya kemampuan numerasi juga terjadi secara khusus di Provinsi Sulawesi Barat. Berdasarkan data Rapor Pendidikan hasil Asesmen Nasional Provinsi Sulawesi Barat diperoleh bahwa rata-rata kemampuan literasi numerasi peserta didik mendapatkan rapor merah yaitu berada pada kategori di bawah kompetensi minimum. Tentunya fakta ini menjadi hal yang perlu dipikirkan bersama oleh semua pihak di sector pendidikan.
Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka meningkatkan literasi numerasi peserta didik, antara lain melakukan gerakan literasi numerasi, menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang peningkatan literasi numerasi hingga melakukan pengembangan kurikulum. Kurikulum merdeka yang telah dicanangkan pemerintah saat ini pada dasarnya menekankan kepada kemampuan literasi numerasi peserta didik sebagai bekal untuk menghadapi abad 21. Namun, dalam implementasinya tentunya masih perlu terus dilakukan inovasi sehingga dapat meningkatkan kemampuan numerasi peserta didik secara signifikan.
Kurikulum merdeka merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Berbagai program kegiatan telah dilakukan sebagai bentuk sosialisasi kepada para pelaku pendidikan mengenai kurikulum merdeka antara lain melalui Program Sekolah Penggerak, Program Guru Penggerak, dan program lainnya. Hadirnya kurikulum merdeka merupakan salah satu solusi dalam mengatasi rendahnya kemampuan numerasi peserta didik. Selama implementasi kurikulum merdeka benar-benar diterapkan oleh guru secara utuh di dalam lingkungan sekolah.
Esensi dari kurikulum merdeka adalah melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi yang sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik. Jika dikaitkan dengan kebutuhan belajar, maka seyogyanya pembelajaran disajikan disesuaikan dengan kenyataan dikehidupan sehari-hari untuk semua mata pelajaran. Ketika materi mata pelajaran disajikan disesuaikan dengan kenyataan di kehidupan sehari-hari, distulah konsep numerasi dapat ditanamkan.
Berbeda dengan matematika, numerasi merupakan kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan matematika berisi konsepnya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa ketika matematika digunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, itulah numerasi. Berdasarkan framework AKM domain numerasi terdiri dari bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, dan data dan ketidakpastian. Semua domain tersebut tentunya dapat termuat dalam mata pelajaran lainnya. Selain itu, terdapat pula proses kognitif numerasi yaitu mengetahui (knowing), penerapan (application), dan penalaran (reasoning) yang ketiganya terdiri dari berbagai aspek berbentuk kata kerja operasional (Framework AKM, 2020).
Oleh sebab itu, penguatan numerasi peserta didik bukan hanya menjadi tanggung jawab guru mata pelajaran matematika saja, tetapi menjadi tanggung jawab semua guru mata pelajaran. Upaya memasukkan penguatan numerasi dalam mata pelajaran lain sambil mengimplementasikan kurikulum merdeka dapat dilakukan dengan langkah antara lain:
1. Identifikasi tujuan pembelajaran, tidak semua tujuan pembelajaran dapat memuat numerasi di dalamnya, oleh sebab itu setiap guru perlu dibekali pengetahuan tentang domain numerasi sehingga dapat memilah tujuan pembelajaran yang cocok dimasukkan aktivitas penguatan numerasi, bukan berarti mengubah tujuan pembelajaran pada mata pelajaran tersebut.
2. Menentukan konteks, domain, dan proses kognitif yang akan digunakan, hal ini disesuaikan dengan tujuan pembelajaran mata pelajaran.
3. Merancang aktivitas numerasi yang akan disisipkan dalam pembelajaran berdasarkan konteks, domain, dan proses kognitif yang telah ditentukan.
4. Melaksanakan aktivitas pembelajaran dengan memasukkan aktivitas numerasi.
Aktivitas pembelajaran dilakukan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran utama sesuai dengan mata pelajarannya, bukan berarti pada mata pelajaran tersebut harus belajar matematika, namun dapat menyisipkan aktivitas numerasi di dalamnya misalkan menghitung, mengukur, membandingkan dan lain sebagainya sesuai dengan proses kognitif numerasi. Implementasi kurikulum merdeka dengan menyisipkan aktivitas penguatan numerasi dalam pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan angka kemampuan numerasi peserta didik di Provinsi Sulawesi Barat untuk tahun-tahun berikutnya. Upaya ini telah dilakukan oleh Balai Guru Penggerak Provinsi Sulawesi Barat dan masih berjalan 1 angkatan dengan menyasar guru SD sebagai peserta, dan diharapkan dapat menyasar guru pada jenjang SMP dan SMA pula. (*)