Massa aksi APDESI dan perwakikan 43 desa di Kabupaten Majene. Aksi unjuk rasa digelar di halaman gedung DPRD Majene, Senin (29/5/2023) siang hingga sore. [Foto: Ist/masalembo.com]
MAJENE, MASALEMBO.COM - Keluarnya surat Bupati Majene menunda pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak telah menimbulkan polemik. Meski beberapa pihak mendukung langkah yang diambil oleh bupati, namun sejumlah pihak lainnya menegaskan penolakan mereka terhadap keputusan yang tertuang dalam surat pernyataan bernomor: 014/688/2023. Surat tersebut dibacakan pada Sabtu, 27 Mei 2023 di kantor Bupati Kabupaten Majene oleh Plh Sekda Abd Rahim dan didampingi Kabag Hukum Ruski Hamid.
Salah satu pihak yang secara tegas menolak penundaan Pilkades adalah Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Majene.
Ketua APDESI Majene Samsul Manjur mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan tersebut, karena selama ini mereka telah berjuang untuk melaksanakan Pilkades serentak sebelum tanggal 1 Nopember 2023 sebelum moratorium Kemendagri diberlakukan.
"Ini menyedihkan, kami sudah perjuangkan lama bahkan dua kali ke Kemendagri, ujung-ujung ditunda di masa injury time," kata Samsul pada Sabtu (27/5/2023).
Namun berbeda skiap dengan APDESI, Forum Badan Permusyawaran Desa (BPD) Kabupaten Majene justru mendukung penundaan Pilkades. Bahkan, sebelumnya berapa kali Forum BPD menggelar aksi unjuk rasa dan berdialog dengan Pemda Majene untuk menunda Pilkada serentak. Alasannya karena waktunya yang tidak tepat. Selain itu, Majene dinilai dalam kondisi keuangan yang tidak stabil sehingga anggaran untuk Pilkades lebih baik diarahkan kepada pembiayaan daerah yang lebih urgen.
"Kami meminta kepada Pak Bupati, kepada Pemda Majene, agar Pilkades ditinjau ulang karena banyak masalah yang lebih prioritas ketimbang Pilkades," kata Kordinator Forum BPD Munir pada Selasa, 16 Mei lalu.
Kembali Memicu Aksi Unjuk Rasa
Dua hari pasca pengumuman penundaan Pilkades oleh Pemda Majene, ratusan massa dari 43 desa dan Asosiasi Pemerintah Desa (APDESI) Kabupaten Majene kembali mengadakan unjuk rasa. Aksi demo di depan kantor DPRD di Jalan Ammana Pattolawali, Kecamatan Banggae Timur, Majene, Senin, 29 Mei dari siang hingga sore hari.
Massa aksi yang hadir lebih banyak dari aksi-aksi sebelumnya. Mereka membakar ban dan melakukan orasi di halaman gedung dewan. Aksi ini dikawal ketat oleh ratusan personil aparat kepolisian dari Polres Majene yang diturunkan khusus untuk menjaga keamanan. Massa aksi bergantian memberikan orasi sebelum akhirnya diterima oleh pihak DPRD Majene untuk berdialog. Mereka melakukan rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang dihadiri oleh gabungan komisi dan unsur pimpinan DPRD.
Salah satu perwakilan kepala desa menyatakan bahwa mereka ingin mendengar penjelasan langsung dari Bupati Majene Andi Achmad Syukri. Ia berharap mendapat penjelasan bupati mengenai penundaan Pilkades serentak. Ia menilai alasan yang disebutkan dalam surat pernyataan penundaan Pilkades tidak rasional jika hanya terkait keamanan atau kondusifitas, apalagi karena pihak kepolisian dari Polres Majene sendiri telah menyatakan kesiapannya untuk mengamankan dan mengawal seluruh tahapan agenda pesta demokrasi tahun 2024 serta Pilkades serentak yang semestinya digelar pada Oktober tahun ini.
"Jadi kalau pembantu bupati hari ini (yang hadir) tidak mampu menjawab terkait pelaksanaan pilkades, kami menyampaikan bahwa kami akan bermalam di sini (di DPRD) sampai bertemu Pak Bupati. Kami minta besok paling lambat sampai sore harus ketemu Pak Bupati. Jadi mohon pihak yang mewakili bupati segeralah telepon, kami menunggu kehadirannya, jam 12.00 malam pun kami siap menunggu untuk bisa ketemu supaya pelaksanaan pilkades ini bisa terlaksana," ujarnya dalam forum RDP bersama DPRD Majene.
Wacana Hak Interpelasi DPRD Majene
Bupati Majene Andi Achmad Syukri memang tidak hadir dalam aksi unjuk rasa maupun RDP yang diikuti oleh ratusan masyarakat perwakilan 43 desa di Kabupaten Majene. Hal ini menyebabkan tidak adanya keputusan final yang disepakati dalam rapat tesebut. Sejumlah informasi tidak utuh terutama terkait alasan utama atau alasan mendasar penundaan Pilkades serentak 2023.
Wakil Ketua DPRD Majene Adi Ahsan bahkan mewacanakan menghadirkan Bupati Majene melalui hak interpelasi DPRD. Seperti diketahui hak interpelasi adalah kewenangan dewan untuk mendengarkan penjelasan bupati terkait suatu hal yang dinilai sangat penting untuk disampaikan kepada wakil rakyat sebab berdampak luas kepada masyarakat.
Menurut Adi Ahsan Peraturan Bupati Nomor 4 tahun 2023 yang ditandatangani sendiri oleh Bupati Majene Andi Achmad Syukri hingga kini kedudukan hukumnya masih berlaku dan tidak bisa dibatalkan oleh surat pernyataan. Sehingga kata dia, pihak DPRD Majene akan tetap merekomendasikan kepada PMD untuk tetap melakukan tahapan Pilkades sesuai ketentuan Perbup. Adi juga mengultimatum agar Pemda Majene berhati-hati jika berniat melakukan perubahan Perbup, sebab peraturan tersebut merujuk kepada Perda Nomor 6 tahun 2019 dimana Perda tak bisa diubah sendiri oleh eksekutif tanpa melibatkan DPRD.
“Jadi saya mohon kepada pewakilan bupati dan Forkopimda, sampaikan salam hormat dan salam sayang pimpinan DPRD Majene kepada Bupati Majene, bahwa jangan sampai ini menjadi celah anda merubah Perbup yang bertentangan dengan Perda Nomor 6 tahun 2019, maka bapak sudah melanggar konstitusi,” katanya. (Hr/Red)