MAJENE, MASALEMBO.COM - Ribuan tenaga kontrak dan honorer di Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat berada dalam ancaman kehilangan pekerjaan setelah Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang manajemen PPPK diberlakukan. Aturan tersebut telah dipertegas oleh Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) Nomor 185 Tahun 2022 tentang status kepegawaian di lingkup instansi Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa tenaga kontrak dan honorer daerah maksimal pada November 2023. Oleh karena itu, secara otomatis akan terjadi pemutusan kerja besar-besaran bagi tenaga kontrak dan honorer di daerah.
Menanggapi hal itu, Anggota DPRD Majene, Budi Mansur, menyoroti peran Pemerintah Daerah (Pemda) dalam mengantisipasi dampak dari pemutusan kontrak dan tenaga honorer tersebut. Ia menekankan pentingnya perencanaan keuangan Pemda dalam mengalokasikan anggaran untuk rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan tenaga outsourcing.
"Perekrutan PPPK dan tenaga outsourcing harus lebih memprioritaskan tenaga kontrak dan honorer yang sudah lama mengabdi di daerah. Pemda harusnya mengalokasikan anggaran dan fokus pada perencanaan perekrutan PPPK," ujarnya.
Budi Mansur menegaskan bahwa DPRD Majene akan memperkuat pembahasan anggaran bersama Pemda untuk memastikan bahwa kepentingan tenaga kontrak dan honorer dipertimbangkan dengan baik.
Politisi PKS itu menekankan masih ada kesempatan untuk mengangkat tenaga outsourcing seperti cleaning service, driver, tenaga teknis, dan satpam. Hal ini tentu dapat membantu mengurangi dampak dari pemutusan kontrak dan tenaga honor yang terjadi di daerah termasuk Majene.
Untuk diketahui, berdasarkan data Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Majene tahun 2022, jumlah tenaga honorer dan kontrak di Majene telah mencapai 6.796 orang. Mereka adalah pemegang SK bupati dan SK Kepala Dinas dalam lingkup Pemda Kabupaten Majene.
Sebelumnya diberitakan, nasib honorer Majene sudah mulai gigit jari, pasalnya tahun ini Pemda sudah menghapus anggaran penggajian untuk mereka. Hal demikian dikonfirmasi Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga H. Mithhar beberapa waktu lalu.
"Kami sudah tanyakan ke pimpinan. Sumber anggaran untuk honor memang tidak cukup. PAD kita juga minim. Sementara DAU sudah ada ketentuan penggunaannya tahun ini," kata Mithhar pada Rabu (29/3/2023) lalu.
Salah seorang honorer staf di salah satu sekolah di Majene mengaku, kecewa dengan penghapusan sepihak anggaran penggajian mereka oleh Pemda. Sebab dipastikan tak lagi mendapat penghasilan yang selama ini diterima senilai Rp350 ribu/bulan yang biasanya diberikan setiap 3 bulan sekali. (Har/Red)