(Penulis adalah Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Muda Balai Pemasyarakatan Kendari)
MASALEMBO.COM, KENDARI - Apa yang kita ketahui tentang anak jalanan? Anak jalanan secara sederhana dapat kita artikan sebagai anak yang aktivitasnya banyak di jalanan. Anak jalanan diidentifikasi sebagai anak yang belum berumur 18 tahun serta menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya di jalanan.
Maksud jalanan di sini bukan hanya sekadar jalanan seperti di tepi-tepi jalan tetapi juga di tempat-tempat umum orang berlalu lalang seperti pasar, emperan pertokoan, terminal, parkiran, dan lain sebagainya.
Saat ini tidak sedikit anak-anak yang berkeliaran di jalan terutama di persimpangan lampu merah. Mereka menjadikan jalanan sebagai tempat hidup yang menyenangkan dan menghabiskan hari-hari mereka.
Keberadaannya yang lazim dijumpai di berbagai kota termasuk di Kota Kendari seakan mempertontonkan kepada publik bahwa kesenjangan hidup benar nyata adanya.
Yang lebih menyedihkan lagi, mereka masih tergolong anak-anak usia sekolah. Mereka sibuk mengemis, mengamen, memulung, dan menjual makanan ringan saat anak-anak lain seusianya sedang sibuk dengan pelajarannya.
Mereka kerap mengatasnamakan desakan kebutuhan ekonomi yang semakin sulit. Mereka juga tidak mengetahui sampai kapan menjalani hidupnya seperti itu. Padahal mereka adalah bagian dari generasi muda yang turut mewarnai perjalanan hidup bangsa dimasa yang akan datang.
Sampai saat ini istilah “anak jalanan” belum tercantum dalam undang-undang apapun. Akan tetapi kita juga dapat mengkaji hal tersebut melalui beberapa Undang-undang yang menyangkut tentang anak-anak terlantar.
Pasal 34 UUD 1945 menyebutkan bahwa “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Dalam hal ini perlu kita kaji siapa sebenarnya anak terlantar ini? Dan bagaimana cara negara memeliharanya?
Anak jalanan merupakan salah satu anak terlantar yang dimaksudkan dalam undang-undang tersebut. Hal ini dikuatkan dengan ketentuan pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menjelaskan bahwa anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.
Maka makna dipelihara berarti anak jalanan juga harus diberikan fasilitas yang memungkinkan mereka mendapatkan hak-haknya secara wajar sebagai anak dan memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang dengan baik serta mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Kata “dipelihara” dalam perintah konstitusi tersebut merupakan penegasan tentang kewajiban hadirnya negara dalam menjamin terlaksananya hak-hak anak Indonesia sekaligus mewujudkan perlindungan hukum bagi mereka.
Makna perlindungan hukum bagi anak terlantar juga dapat difahami berdasarkan rumusan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang disebutkan bahwa: Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Namun pada tataran praktis, munculnya fenomena anak-anak jalanan yang terlantar seolah tidak mendapatkan perhatian dari pihak-pihak terkait. Anehnya lagi, keberadaan anak jalanan marak dijumpai di pusat-pusat kota yang dekat dengan pusat pemerintahan.
Fakta ini menunjukkan bahwa kewajiban negara dalam hal ini pemerintah setempat memelihara anak yang terlantar tersebut belum sepenuhnya berjalan dengan baik.***