Salah satu spot di lokasi wisata Pantai Koa Koa Pasangkayu. Tampak bangunan sarana pendukung tempat wisata yang dinialai dikerjakan tidak tuntas. [Foto: Edison S/Masalembo.com |
PASANGKAYU, MASALEMBO.COM - Sejak dibuka pada April 2016 oleh Bupati Pasangkayu, Pantai Koa Koa, di Dusun Kayumaloa, Desa Polewali, Kecamatan Bambalamotu, Kabupaten Pasangkayu seolah sudah ditasbihkan menjadi salah satu obyek wisata di kabupaten penghasil sawit terbesar Sulbar ini.
Makin hari lokasi wisata yang bersisian dengan Selat Makassar itu jadi kecintaan masyarakat, khususnya di Pasangkayu sendiri. Bahkan pada hari-hari libur Pantai Koa Koa semakin ramai pengunjung. Namun dalam satu pekan terakhir di Bulan Desember 2022 ini, Koa Koa seolah tidak terurus. Sampah-sampah mulai berserakan dimana-mana. Apa apa?
Kepala Desa Polewali, Mujais yang ditemui di Koa Koa, Minggu (11/12/2022) menyampaikan keperhatinan soal Koa Koa yang bakal tidak terurus lagi kebersihan dan ketertibannya. Itu karena adanya laporan yang masuk ke pihak kepolisian, bahwa pihak Pemerintah Desa (Pemdes) Polewali dianggap melakukan pungutan liar (pungli) pada masyarakat yang mengelola kegiatan di Koa Koa ini.
“Namun kami juga tidak tahu, pungli mana yang dimaksudkan, karena biaya retribusi yang kami ambil untuk kebersihan dan ketertiban, karena selama bertahun tahun ini pihak pemerintah desa kerja bakti untuk kebersihan, seluruh perangkat desa, dan BPD serta masyarakat sekitar digerakkan untuk membersihkan," kata kades Mujais.
"Karena ini berlansung lama dan tidak efisien lagi, maka Pemdes memikiran akan adanya pihak yang mengurus Koa Koa ini. Kemudian dipikirkan juga insentif untuk mereka yang bekerja mengurus, kebersihan dan ketertiban di lokasi wisata ini. Adapun iuran itu sudah kami buatkan Peraturan Desa (Perdes),” urai Kades Mujais.
Lanjut Mujais, Pemdes Polewali terkait Pantai Koa Koa ia berharap bahwa akan dikembangkan. Karena ini adalah salah satu bentuk pendapatan dan sumber perekonomian masyarakat desa, khususnya masyarakat di sekitar pantai wisata ini. "Jadi kalau obyek ini tidak terurus, semerawut, sampahnya terbuang sembarang, menjadi kotor dan tidak tertib pula, Koa Koa akan kekurangan pengunjung, itu sekarang ini berkurangnya pendapatan masyarakat yang ada di Koa Koa ini," ujarnya.
“Kalau pantai Koa-koa mulai tidak terurus, akibat ada masala, banyak masyarakat dirugikan, karena kehadiran pengunjung mulai berkurang,” tandas Mujais.
Terkait bangunan-bangunan pemerintah yang ada di Koa Koa, Kades Mujais katakan memang telah ada, misalnya gazebo milik desa dibangun tahun 2017 menggunanakan dana desa, kemudian pada tahun 2017 telah dbangun pula gazebo panggung menggunakan APBD Pasangkayu. Sedangkan pada tahun 2018 telah dibangun gazebo, pergola, tribun dan WC 8 pintu dari dana DAK. Bangunan-banguan pemerintah ini hampir seluruhnya berada di atas tanah masyarakat Koa Koa, dimana mereka juga menjadi pelaku ekomi wisata di obyek wisata ini.
Mujais juga berharap agar ke depan Koa Koa bisa semakin baik pengelolaannya sehingga pendapatan masyarakatnya bisa juga meningkat.
Selain apa yang dikatakan Kades Polewali, ternyata di obyek wisata Koa Koa ini ada bangunan yang membuat miris, bangunan ruang ganti dan kamar mandi 8 pintu yang dibangun melalui dana DAK Kementerian Pariwsata tahun 2018 tidak bisa berfungsi sampai sekarang.
Menurut Irham Alie, tokoh masyarakat setempat dan pemerhati wisata Koa Koa, proyek pengembangan wisata Pantai Koa Koa oleh Kementerian Pariwisata yang menelan anggaran kurang lebih Rp 1,5 miliar itu kini tak ubahnya hanyalah tempat kumuh. Meskipun dilengkapi jamban namun belum teraliri air dan listriknya tidak ada sehingga tidak dapat digunakan. Ini juga menuai pertanyaan dari masyarakat setempat.
"Ini kan dana pusat melalui DAK Kementerian Pariwisata yang anggaran miliaran rupiah, masa bangunannya tidak tuntas begitu. Yang ada hanya closet, air dan listrik tidak ada mana bisa digunakan," tandas Irham yang ditemui Minggu (11/12/2022).
Selain bangunan ruang ganti dan kamar mandi 8 pintu yang tidak bisa dipakai, Irham menyoroti sejumlah bangunan dari sumber anggaran yang sama, seperti bangunan pergola 3 unit yang baru berusia 3 tahun lebih kayunya sudah mulai rapuh bahkan ada yang sudah roboh.
"Masa kayu biasa itu dipakai bangunan pergola, padahal ini anggaran DAK pusat. Beda dengan 8 gazebo itu pakai kayu ulin semua, makanya tahan," ujarnya.
Karena itu, Irham dengan dengan tegas berharap kepada pihak yang berwenang mengusut tuntas proyek Kementerian Pariwisata yang dinilainya tidak tuntas ini. Ia atas nama masyarakat Koa Koa minta pihak berwenang mengusut tuntas proyek tersebut, terutama bangunan kamar ganti 8 pintu yang betul-betul tidak selesai dan bahkan tidak bisa digunakan. (Eds/Har)