MAMASA, MASALEMBO.COM - Luapan kekecewaan atas penanganan terhadap pasien reaktif Covid 19 diungkapkan oleh Samuel, warga Kecamatan Tawalian.
Ia menyampaikan kekecewaannya tersebut lantaran menilai Satuan Tugas (Satgas) Covid 19 Mamasa menelantarkan anggota keluarganya yang dinyatakan reaktif.
Berikut luapan kekecewaanya yang dibagikan melalui Grub WhatsApp COVID-19 MAMASA:
"Apa Yang Salah??
Antara percaya dan tidak, covid-19 ada atau hanya sekedar dijadikan sebagai ladang cari uang.
8 Maret 2022 lalu, anak saya yang masih berusia 9 tahun dibawa ibunya (istri saya) berobat di Puskesmas Mamasa.
Sekitar pukul 12.00 ia diperiksa di Puskemas Mamasa. Hidungnya ditusuk menggunakan Q-tip hampir serupa cotton bud.
Katanya, alat itu digunakan mengambil sampel virus untuk mendeteksi apakah anak saya terinfeksi covid-19.
Dari hasil pemeriksaan, anak saya dinyatakan reaktif berdasarkan rapid antigen.
Setelah dinyatakan reaktif, ia disuruh pulang oleh dokter yang memeriksanya.
Istriku kenal betul dokter yang mendiagnosa anak saya.
Menurut istri saya, dokter menyarankan agar anak saya kembali ke rumah menjalani isolasi mandiri.
"Dokter bilang pulang mi dulu, nanti ke sana perawat bawakan obat," kata istri saya.
Tak berselang lama, ia dan anak saya lalu pulang menjalankan saran dokter menjalani isolasi mandiri.
Hari hampir sore, petugas medis tak kunjung datang. Anak saya belum mendapat penanganan.
Hingga malam, tak satu pun batang hidung pihak medis datang di rumah saya.
Keesokan harinya tepatnya 9 Maret sekira pukul 10.00 Wita, barulah pihak medis dari PKM Tawalian, Camat Tawalian dan kepolisian datang ke rumah saya.
Saat itu saya tidak di rumah, saya tau persis dan nyaris tidak percaya lagi sama corona dengan sikap tim medis ini yang terkesan menelantarkan anak saya.
Bukan hanya itu, saya yakin bukan gara-gara corona anak saya sakit, karena sehari sebelumnya, anak saya pulang sekolah diguyur hujan jadi demam.
Tapi tidak mau berdebat, maka saya tak mau ambil pusing dan masa bodoh dengan tindakan medis.
Lanjut soal kedatangan tim medis dan rombongan. Siang itu mereka dengan sejumlah pertanyaan datang di rumah saya.
Harapan saya, saat itu anak saya kembali diperiksa atau paling tidak diberikan vitamin.
Ternyata tidak sesuai ekspektasi. Anak saya tidak diperiksa dan tidak diberikan sebutir pun obat dan ternyata istri saya yang diswab.
Puji Tuhan hasilnya negatif. Tapi kata polisi yang sok gaga berani, saya harus isolasi mandiri.
Beruntung saya tidak mau ikuti sandiwara corona ini, sehingga saya masih bisa menghidupi keluarga saya.
Andai saya ikut saran yang menyesatkan dan membodohi masyarakat ini, maka saya, istri dan kedua anak saya tidak akan bisa bertahan hidup.
Saya makin jengkel, tapi tidak mau berdebat. Persetan dengan aturan mu yang tak jelas.
Lanjut lagi, setelah istri saya diperiksa, tim medis lalu beranjak tanpa meninggalkan sebutir obat.
Beruntung saya punya uang jadi cukup beli vitamin di indomaret untuk saya dan keluarga saya.
Beberapa hari kemudian, tepatnya 15 Maret 2022, tim medis datang lagi dengan baju bak astronot.
Mereka memeriksa istri saya, pikirku anakku yang akan diperiksa, ternyata bukan lagi.
Swab kedua, puji Tuhan istri saya negatif. Setelah diperiksa, tim medis meninggalkan rumah dan tanpa meniggalkan sebutir obat.
Hingga saat ini Senin (21/3/2022), anak saya belum mendapat sebutir vitamin. Dan entah masih dinyatakan positif atau sudah sembuh.
Dengan tingkah laku tim medis seperti ini, maka muncul beberapa pertanyaan. Apakah ini sudah Protap atau memang satgas kecamatan hanya mencari orang dijadikan pasien corona tanpa tindakan penanganan?
Ini yang kemudian memaksa saya mengatakan bahwa corona itu akal-akalan saja untuk cari uang," tulisnya yang dibagikan tanggal 21 Maret 2022.
Saat dikonfirmasi, Samuel membenarkan tulisannya tersebut. "Memang benar, saya hanya menyampaikan kekecewaan karena merasa ditelantarkan oleh Satgas Covid 19," katanya saat diklarifikasi, Selasa (22/3).
Ia mengungkapkan jika dirinya mengikuti aturan yang ditetapkan oleh pihak Satgas, dirinnya mau makan apa.
Sebagai kepala keluarga, Ia mengaku sedih melihat istri dan anaknya harus menanggung beban psikologis, sementara penanganan oleh pihak medis juga tidak ada.
"Seandainya saya bodoh dan mau ikut aturan yang tidak jelas ini, maka saya dan keluarga saya mau makan apa. Satu hal, dinyatakan positif anak ta', jadi beban psikologis, kayak risih orang sama kita. Baru caranya ini medis tidak baik," ungkapnya.
Hingga berita ini dirilis, pihak Satgas Covid 19 Mamasa yang coba dimintai tanggapannya belum memberikan komentar. (klp)