Kalma Katta saat memberi keterangan kepada awak media di kediamannya di Saleppa Majene, Sabtu 19 Februari 2022. [gie/masalembo]
MAJENE, MASALEMBO.COM - Mantan Bupati Majene H Kalma Katta mengaku heran dengan munculnya berita di sebuah koran belum lama ini. Berita yang dimaksud Kalma telah dimuat di Koran Penyelidikan Kejahatan Independen (KPK-I) edisi 238 Februari 2022.
Dalam narasi yang dimuat, Kalma Katta yang merupakan Bupati Majene periode 2006-2010 dan 2010-2014 dituding memanfaatkan jabatan untuk menggelapkan lahan seluas 35 hektar serta mengklaim 165 hektar lainnya.
Lahan yang dimaksud berada di Lutang, Kelurahan Tande Timur, Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat. Seorang sumber menyebut, diperkirakan lahan dimaksud berada di sepanjang Jalan Trans Sulawesi mulai dari perbatasan Majene-Polman hingga depan kantor Kejaksaan Negeri Majene.
Dalam catatan koran KPK-I yang dimuat di halaman depan, mantan bupati Majene Kalma Katta dituding menggelapkan lahan untuk pembangunan Perumahan Pemda Majene seluas 34,75 hektar dan pembangunan rumah susun seluas 2.500 meter persegi. Sedangkan 165 hektar lainnya dikavling kemudian dijual kepada pengembang dan masyarakat luas melalui seseorang perantara bernama Kartini.
Konon, total lahan seluas 200 hektar itu disebut warisan dari raja Balanipa ke-48 bernama Sanggaria, yang oleh koran KPK-I diberitakan bahwa anak cucu keturunan raja Balanipa Sanggaria mempercayakan kepada seorang ahli waris bernama Rahmansyah, S. Pd alias Aco untuk menjaga lahan tersebut. Namun dikatakan, pihak Pemda Majene yang saat itu dipimpin bupati Kalma Katta membuat tanda tangan palsu untuk izin pembangunan perumahan Pemda. Ahli waris raja Balanipa disebut telah menempuh jalur hukum dengan melaporkan Kalma Katta ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mabes Polri di Jakarta.
Kalma Menepis
Kalma Katta yang ditemui di kediamannya di Saleppa Majene, Sabtu (19/2/2022) mengaku sangat terkejut dengan pemberitaan di media cetak itu tanpa ada konfirmasi kepada dirinya. Ia juga membantah semua tudingan sebagaimana dimuat dalam koran KPK-I. Justru, Kalma mempertanyakan mengapa baru ada pernyataan semacam itu ketika dirinya menjabat bupati Majene, sebab pemanfaatan lahan Lutang sejak zaman bupati Aliem Bahrie.
Kalma menyebut sejumlah fasilitas negara telah dibangun di lahan yang diklaim sebagai milik ahli waris raja Balanipa Sanggaria. Bahkan rumah-rumah warga sudah memiliki sertifikat dari lembaga negara yang berwewenang.
"Seperti itu perumahan yang di Lutang, saya masih pegawai biasa di PU pada saat dibangun, jadi bagaimana mungkin saya dituding, katanya saya memanfaatkan jabatan untuk menggelapkan lahan," ujar Kalma heran.
Kalma Katta juga menceritakan terkait lahan 2500 meter persegi yang disinggung dalam pemberitaan, dimana ia dituding telah menjual lahan ini di atas berdirinya bangunan rumah susun program Presiden Jokowi di masa mendiang Fahmi Massiara.
Kalma menceritakan bahwa ia memperoleh lahan yang berada dekat di rumah susun tersebut dari seorang yang menjual pada dirinya.
Kemudian di masa pemerintahan mendiang Fahmi Massiara, rumah susun tidak dapat dibangun karena lahan yang ada sempit, sehingga membutuhkan lahan tambahan untuk dijadikan pekarangan. "Nah, lahan inilah yang saya beli dari salah seorang kemudian saya jual kepada Pemerintah Daerah agar rumah susun dapat terbangun. Jadi, artinya kan saya juga bisa membantu Pemda, dan saya memang sebelumnya membeli lahan itu,” ungkapnya.
Kalma Katta kemudian mempertegas bahwa semua tudingan tentang dirinya yang dimuat koran KPK-I adalah hoaks alias tidak benar. Ia tak pernah punya satu jengkal pun tanah di daerah Lutang, apalagi menguasai atau mengkavling 165 hektar dan dijual kepada pengembang dan masyarakat. "Bagaimana mungkin itu (saya lakukan), saya sendiri tidak kenal siapa itu Kartini, tidak pernah saya ketemu," ujarnya.
Kartini sebagaimana penjelasan koran KPK-I adalah perantara antara Kalma Katta dengan pengembang dan warga pembeli tanah seluas 165 hektar yang telah dikavling-kavling. Kalma Katta sendiri membantah keras hal itu. Ia menegaskan tak kenal dengan Kartini.
Kepada sejumlah awak media yang hadir di kediaman Kalma di Saleppa, pria ayah kandung wakil bupati itu, menjelaskan bahwa sejatinya para ahli waris raja Balanipa tidak menuding. Jika memang punya bukti kepemilikan sebaiknya agar mendatangi Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sebagai lembga negara yang berwewenang BPN-lah yang punya kewenangan mengakui hak milik tanah seseorang.
"Bahwa dalam penyelesaian (tanah), yang berhak adalah pertanahan, BPN itu satu lembaga pemerintah yang diberi tugas untuk memberikan legalitas tanah setiap warga di setiap wilayah," ujar Kalma.
Namun politisi Demokrat yang dikenal dengan akronim KK ini mengaku heran, sebab baru ada klaim-kliam kepemilikan yang justru di masa bupati Aliem Bahrie-lah paling banyak fasilitas pemerintah dibangun.
Kalma mencontohkan beberapa bangunan seperti gedung yang pernah ditempati guru-guru, sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN), Mess Unsulbar, dan dulu ada kolam renang, kesemua itu sudah ada sebelum dirinya menjabat sebagai bupati.
"Jadi saya heran kenapa baru sekarang, mereka menjadikan suatu padangan bahwa menurut mereka dia punya. Seolah-olah bahwa tanah ini merupakan hak Pemda (saat saya bupati) untuk memenej, untuk memanfaatkan, padahal dari dulu itu di atas tidak ada satu jengkal pun saya punya tanah," tutur Kalma.
Justru, lanjut Kalma, ada beberapa pihak yang juga sempat mengklaim, mereka yakni adat lima Tande, kemudian Rahmadi, dan keluarga Puang Mutiara.
"Jadi kalau dikatakan saya menggelapkan lahan 35 hektar, ini tidak ada kewenangan saya," ujarnya.
Atas tudingan yang dialamat padanya itu, Kalma Katta mengaku akan segera mempertanyakan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Datang ke BPN disebut Kalma sebagai langkah awal untuk mempertegas status tanah di Lutang.
"Saya disalimi ini, saya kaget, jadi itulah kira-kira sebagai langkah awal saya ke BPN bahwa kenapa ini, bagaimana sebenarnya legalitasnya ini tanah, benarkah dia punya itu, kalau benar ya panggillah, baru (tanya) mana petanya, kita liat petanya, kan di sana itu sudah ada tanah yang bersertifikat oleh masyarakat, ada bangunan kantor, ada sekolah, ada perumahan, ada sarana olahraga," tegas Kalma.
Menurut mantan orang nomor satu di Majene itu, semua sarana yang sudah terbangun termasuk fasilitas negara tidak mungkin bisa terbangun dengan sendirinya tanpa proses perizinan yang jelas, jadi dia heran jika ada pihak yang mengaku memiliki lahan tersebut.
"Karena tidak mungkin bisa terbangun begitu saja tidak ada izin," pungkasnya. (Hr/Red)