Satu gedung tersisa akibat gempa 15 Januari tahun lalu, namun SDN 30 Ba'basondong ini retak dan ruangan hancur berantakan. [egi/masalembo.com]
MAJENE, MASALEMBO.COM - Pemerintah sudah memperbolehkan pembelajaran tatap muka, namun sejak gempa mengguncang 15 Januari 2021 lalu gedung SDN 30 Ba'basondong hingga kini belum pernah tersentuh perbaikan. Seluruh bangunan sekolah masih mengalami kerusakan. Satu gedung belajar dan perpustakaan rata dengan tanah, sedang satu gedung rombel lainnya dalam kondisi rusak berat hingga mencapai 90 persen kerusakan.
Jika kita mendatangi sekolah tersebut, memang satu gedung tampak masih berdiri, sesungguhnya sudah sangat rapuh. Seluruh dindingnya retak, atap bocor, lantai terbongkar, dan gedung itu kini terbengkalai di tengah belukar di sudut sebuah kampung berpenduduk sekira 50 KK di kaki gunung Tandeallo, Kecamatan Ulumanda, Kabupaten Majene.
"Sekolah ini sudah hancur," kata Sulaiman Abdullah, seorang warga dan juga guru di sekolah itu.
Sulaiman mengatakan langkah satu-satunya yang bisa mereka lakukan bersama guru-guru lainnya adalah mendirikan tenda untuk belajar mengajar. Sayangnya mereka juga masih terbatas, tak punya stok tenda yang layak untuk menampung puluhan murid mereka. Maka jadinya hanya ada dua buah tenda ukuran tak lebih dari 6x5 meter mampu mereka dirikan. Satu tenda itu milik BNPB yang dulu dipakai pengungsi, satu lagi sisa bantuan MDMC yang kini tak dipakai lagi oleh warga.
"Kami tidak punya tenda yang bagus, yang ini saja sebenarnya masih sisa-sisa tenda warga kemarin di awal-awal gempa," ujar Sulaiman saat awak masalembo.com mendatangi tenda mereka, 15 Januari 2022.
Sekira 1 kilometer Sulaiman Abdullah dan murid-murid SDN 30 Ba'basondong memikul kursi dan meja ke dekat masjid di tengah kampung. Hasrat mereka untuk belajar tumbuh seiring dibukanya kembali sekolah oleh pemerintah.
Saat ini memang, Pemerintah sudah membolehkan pembelajaran tatap muka hingga 100 persen di sekolah. Tapi sayang sebanyak 51 murid SDN 30 Ba'basondong harus rela belajar di dalam tenda darurat. Sangat sulit bagi mereka menerapkan pembelajaran secara maksimal.
"Tenda ini hanya sekedar buat kumpul saja, ya untung-untung kalau kita bisa mengajar walau sangat terbatas daripada sama sekali tidak ada kegiatan sekolah, kasian juga anak-anak," ujar Sulaiman.
Kondisi ruang gedung SDN 30 Ba'basondong yang berantakan akibat gempa. Tampak Sulaiman Abdullah, seorang warga dan guru PNS di sana. [egi/masalembo.com]
Guru PNS itu menceritakan, pada mulanya di saat-saat awal gempa 15 Januari 2021 lalu, mereka sebenarnya masih sempat melakukan proses belajar di rumah-rumah warga. Sulaiman mendatangi rumah murid mereka untuk mengajar. Namun seiring waktu kondisi tersebut tak lagi memungkinkan karena warga sekitar lagi ramai-ramai melakukan perbaikan rumah.
"Kemarin warga sudah mulai bersihkan rumahnya, ada yang bongkar, ada yang pindah lokasi juga, jadi ya pembelajaran di rumah kami hentikan," terang Sulaiman.
Sulaiman mengatakan sejak terjadinya gempa, sekolahnya belum pernah mendapat bantuan dari Pemda Majene. Bantuan hanya datang dari pusat untuk tanggap darurat. "Kalau ndak salah itu jumlahnya 17 juta, itu kami pakai kemarin pas di awal-awal gempa," ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Majene Mithhar terkait hal itu mengatakan semua sekolah rusak akibat gempa akan diintervensi oleh Pemerintah Pusat. Selain itu, beberapa pihak swasta turut ambil bagian dalam rehabilitasi sekolah di Majene.
Catatan Dinas Pendidikan, sebanyak 49 sekolah mulai SD, SMP hingga SMA/MA mengalami kerusakan akibat gempa 14 dan 15 Januari tahun lalu. Sebagian telah dilakukan perbaikan melalui intervensi pemerintah pusat serta swasta yang ikut membantu.
Mithhar belum bisa memastikan kapan seluruh sarana pendidikan yang rusak bakal kembali membaik. Ia juga sama, berharap Pemerintah Pusat segera memperbaiki sekolah-sekolah rusak di Malunda dan Ulumanda.
Bantuan Dinilai Salah Sasaran
Senarnya, kondisi yang dialami SDN 30 Ba'basondong mungkin saja tak terlalu memprihatinkan andai Dinas Pendidikan Majene mendistribusi bantuan tanggap darurat dengan tepat beberapa pekan usai gempa melanda. Bantuan senilai Rp50 juta itu mala luput dari SDN 30 Ba'basondong. Padahal jika dibandingkan dengan beberapa sekolah penerima lainnya, SDN Ba'basondong jauh lebih layak sebab kondisinya benar-benar hancur.
"Di sinilah sebetulnya problemnya, karena pemerintah kita tidak jeli, atau jangan-jangan bantuan itu dimainkan oleh oknum-oknum yang ingin meraup untung di tengah bencana," kata Aldi, Ketua Solidaritas Mahasiswa Ulumanda (Sipamanda) menyoal bantuan itu.
Beberapa SD yang menerima dana senilai Rp 50 juta gedungnya masih cukup baik. Hal ini juga disesalkan Juniardi, Ketua Jaringan Pemerhati Kebijakan Daerah (JAPKEPDA) Sulawesi Barat.
"Kalau kita lihat visualnya SD Ba'basondong ini harusnya menjadi prioritas, kok mala gak dapat, ini mengherankan," tutur Jun, sapaan Juniardi.
Kata dia, setidaknya bantuan Rp 50 juta dapat dipergunakan membuat kelas darurat atau pengadaan tenda yang lebih layak pakai.
Namun, argumentasi Jun dan Aldi dibantah Kepala Seksi Kurikulum pada Dinas Pendidikan Majene, Sarmin. Memang dia mengetahui soal bantuan itu. Sarmin mengatakan, pihaknya hanya meneruskan data penerima dari pusat. Penunjukan sekolah penerima bantuan gempa kata dia murni dari Kementerian Pendidikan bukan Dinas Pemda. "Jadi kami hanya memberikan data, pusat yang menentukan," ujarnya.
Sarmin juga mengatakan, kemungkinan orang pusat mempertimbangkan data dapodik dalam pemberian bantuan tanggap bencana kala itu. Namun bagi Aldi, Ketua SIPAMANDA, hal tersebut tidak masuk akal.
"Itu orang dinas hanya mengada-ada saja," pungkas Aldi. (Har/Red)