-->

Hot News

Pentingnya Penggunaan Bea Materai Dalam Pelaksanaan APBN

By On Rabu, Agustus 25, 2021

Rabu, Agustus 25, 2021

Abdul Mufid, S.E., M.Ec.Dev
Analis Pengelolaan Keuangan APBN Ahli Muda Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)


MATERAI sangat mudah kita jumpai dan sering dipergunakan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Hampir semua kalangan masyarakat mengenal materai, mulai dari pelajar, mahasiswa, dunia usaha dan birokrasi instansi pemerintah. Sangat mudah untuk mendapatkan materai, kita bisa membelinya di kantor pos atau di toko sekitar kita juga biasanya menjual materai.

Menurut undang-undang nomor 10 tahun 2020 bea materai merupakan pajak atas dokumen. Hampir setiap aktivitas kehidupan kita sehari-hari menciptakan sebuah dokumen. Pengertian dokumen yaitu sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan.

Semua dokumen tidak harus dikenakan bea materai, khusus hanya dokumen yang sesuai peraturan perundang-undangan terutang bea materai yang harus dibubuhi materai. Meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas dokumen.

Materai sebagai salah satu dokumen sekuriti negara yang dipergunakan untuk tanda keabsahan dan legalitas dokumen surat perjanjian dan penjualan. Materai yang mengeluarkan yaitu Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia, tetapi pencetakannya dipercayakan kepada Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI).

Penggunaan materai merupakan salah satu wujud peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan penerimaan negara. Selama ini kita mengenal materai terdiri dari dua jenis yaitu meterai Rp3.000 dan Rp6.000. Tetapi sejak tanggal 1 Januari 2021 berdasarkan undang-undang nomor 10 tahun 2020 pemerintah memberlakukan tarif bea meterai menjadi tarif tunggal, yaitu senilai Rp10.000 per lembar.

Sebagai masa transisi maka sampai dengan akhir tahun 2021 untuk meterai Rp3.000 dan Rp6.000 masih dapat dipergunakan, tetapi dengan minimal nilai Rp9.000. Penggunaan materai yang lama pada masa transisi ini harus sesuai dengan ketentuan peraturan terbaru yaitu: kombinasi materai Rp6.000 plus Rp6.000, materai Rp6.000 plus Rp3.000, dan materai Rp3.000 sebanyak tiga lembar. Saat ini materai Rp10.000 sudah mudah kita dapatkan baik di kantor pos terdekat maupun di toko di sekitar tempat tinggal kita. Meskipun demikian apabila kita masih memiliki meterai Rp3.000 dan Rp6.000 sebaiknya kita gunakan itu terlebih dahulu dengan mengikuti ketentuan peraturan yang berlaku.

Pemerintah melakukan penyesuaian tarif bea materai menjadi Rp10.000 karena untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan komunikasi serta kelaziman internasional dalam kegiatan perekonomian.

Selain itu agar mengoptimalkan penerimaan negara dan menghimpun dana pembiayaan yang mandiri untuk melaksanakan kegiatan pembangunan nasional.
Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2020 dokumen yang dikenakan bea materai Rp10.000 meliputi dua jenis yaitu: dokumen yang dibuat sebagai alat menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata, dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti pengadilan.

Dokumen yang menerangkan suatu kejadian bersifat perdata terdiri dari:

1) Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;

2) Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;

3) Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;

4) Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun;

5) Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

6) Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;

7) Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang menyebutkan penerimaan uang; atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;

8) Dokumen lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Penggunaan bea materai dalam pelaksanaan kegiatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kebanyakan terkait dengan dokumen keuangan dan dokumen perjanjian atau kerjasama.
Kebutuhan materai untuk kegiatan di instansi pemerintah cukup besar, sehingga dalam RKAKL satuan kerja memiliki akun tersendiri yaitu belanja barang persediaan pita cukai, materai dan leges dengan kode akun 521813.

Transaksi keuangan satuan kerja dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya sangat banyak menciptakan dokumen keuangan maupun dokumen lainnya yang memerlukan materai. 

Kuitansi sebagai bukti pembelian  yang nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) sering sekali kita jumpai pada transaksi keuangan satuan kerja instansi pemerintah. Dokumen-dokumen tersebut merupakan potensi yang cukup besar bagi penggunaan bea materai.

Bea materai merupakan salah satu sumber penerimaan negara, walaupun nilainya tidak sebesar dari sektor perpajakan atau sumber pendapatan negara lainnya. Tetapi karena aktivitas tersebut hampir bisa dipastikan terjadi di setiap satuan kerja kementerian/lembaga, sehingga diperlukan komitmen dan kedisiplinan dari pihak terkait agar bea materai dapat digunakan pada setiap dokumen yang secara aturan harus menggunakan materai.  

Harapannya seluruh masyarakat taat dan mematuhi terkait peraturan mengenai bea materai, terlebih lagi dalam pelaksanaan kegiatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini bertujuan agar dapat meningkatkan penerimaan negara yang dapat dipergunakan untuk membiayai pembangunan nasional, agar terwujud masyarakat yang makmur dan sejahtera. (*)
 







comments
close
Banner iklan disini