Ketua Bawaslu RI [dok: Sulfan Sulo/facebook]
Belajar dari Pemilu dan Pilkada sebelumnya ada banyak masalah. Salah satunya money politik di kalangan masyarakat masih saja terjadi. Yang menjadi embrio korupsi, kolusi dan nepotisme.
Hal ini disampaikan Ketua Bawaslu RI Abhan, dalam acara tadarrus pengawasan, Senin (3/5/2021) di Hotel Grand Mutiara, Mamuju.
"Politik uang adalah embrio dari persoalan korupsi, jika kita ingin menghadirkan Indonesia yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme maka harus diawali dengan proses politik yang bersih, berintegritas yang tanpa politik transaksional, itu kuncinya," jelas Abhan.
Secara terpisah, Ketua Bawaslu Sulbar, Sulfan Sulo, menjelaskan bahwa hingga saat ini Bawaslu terus melakukan persiapan menyambut Pemilu dan Pilkada serentak mendatang, dengan harapan proses demokrasi yang lebih baik. Terutama proses pencegahan dan penindakan money politik.
Menurutnya, money politik ini sangat merusak proses pemilu. Maka sejumlah strategi telah disiapkan dalam upaya pencegahan dan penindakannya.
Pertama, belajar dari Pilkada sebelumnya Bawaslu Sulbar hingga kabupaten telah memetakan daerah sampai level desa yang angka menoy politiknya tinggi. Berdasarkan data tersebut, akan dicanangkan desa anti politik uang.
"Pemilu kemarin sebenarnya kita sudah mengindentifikasi daerah yang menjadi endemi money politik, daerah yang tinggi money politik hingga level desa," jelas Sulfan.
Dengan hal tersebut akan dilakukan pendekatan kultural dan mendorong diskusi, sosialisasi melalui forum-forum warga untuk membangun nalar kritis masyarakat.
Sehingga terbentuk kesadaran moral masyarakat dalam memilih pemimpin yang berdasarkan dengan visi dan misinya. Bukan karena jumlah uang yang ia dapatkan.
"Bagaimana membangun nalar kritis masyarakat melalui sosialisasi, diskusi, dengan forum-forum warga. Untuk membangun kesadaran moral,'" ungkapnya.
Lanjut Sulfan Sulo menjelaskan, dalam upaya penindakan hingga saat ini terus dilakukan koordinasi dengan sentra Gakumdu yaitu Bawaslu, Polri dan Kejaksaan untuk menindak keras pelaku money politik di tengah masyarkat.
Ia menambahkan, belajar dari Pemilu tahun 2017 yang menelan korban ratusan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) akibat beban kerja, agar menjadi evaluasi penyelenggara teknis dalam hal ini Komisi Pemulihan Umum (KPU).
Kata dia, harus dilakukan menejemen yang baik di Tempat Pemungutan Suara (TPS), distribusi logistik dengan baik. Dan yang utama memperhatikan beban kerja dan kapasitas manusia agar tidak kembali menelan korban.
"Belajar pemilu tahun 2019 yang sangat kompleks harus di menejemen dengan baik terutama di TPS, dengan memperhatikan kemampuan manusia," tambahnya.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan dengan mendorong penggunaan teknologi informasi untuk mengurangi beban petugas. Dengan catatan teknologi tersebut dapat diakses oleh publik. Karena prinsip Pemilu adalah keterbukaan. (Wan/Red)