MAMUJU, MASALEMBO.COM - Kejati Sulbar kembali menahan tersangka kasus dugaan korupsi tutupan lahan Mangrove pada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat tahun anggaran 2016.
Dia adalah Marwan. Pemuda berusia 32 tahun itu berperan sebagai penyedia barang.
Tersangka Marwan kini ditahan di rutan Polman, Sulbar mulai 27 Mei hingga 15 Juni 2021.
Penahanan tersangka berdasarkan surat Kejati Sulbar tertanggal 27 Mei 2021.
Koordinator Pidsus Kejati Sulbar Nur Akhirman mengatakan, kasus dugaan korupsi tutupan lahan mangrove yang berada di Kabupaten Pasangkayu, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 1.129.213.609, berdasarkan laporan hasil audit investigasi dari BPKP.
Kasus tersebut, sebut Nur, Kejati telah menetapkan lima tersangka dan dua telah ditahan.
Sementara, tiga tersangka masih dalam proses penyidikan.
"Secepatnya setelah proses penyidikan ketiganya juga akan kita tahan," sebutnya. Kamis (27/5/2021).
Sebelumnya, Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulbar menetapkan tersangka dan menahan pejabat pembuat pengadaan yakni Nabhan S ST, selama 20 hari ke depan.
Nabhan ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi pekerjaan tutupan lahan dengan Mangrove pada Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat tahun 2016 di Kabupaten Pasangkayu.
"Kasus berawal tahun 2016 pada kegiatan pekerjaan tutupan lahan dengan mangrove, anggarannya sebesar Rp 714.788. 800.000, bersumber dari APBD Sulbar," kata Kajati Sulbar Jhony Manurung. Selasa (18/5/2021).
Dari anggaran tersebut diperuntuhkan untuk empat kabupaten se-Sulbar mulai Kabupaten Polman, Majene, Mamuju Tengah, dan Pasangkayu.
"Untuk di Kabupaten Pasangkayu kebagian anggaran sebesar Rp Rp 4,981,776,530. Saat itu posisi Nabhan sebagai pejabat pengadaan untuk empat kabupaten," kata Jhony.
Dalam perjalanannya terjadi perbuatan melawan hukum, dimana penetapan penyedia pekerjaan yang dilakukan tersangka Nabhan dengan membuat HPS dan disetujui oleh dr. Hj. Fatimah selaku PAY PPK yang dilakukan dengan tidak sesuai dengan prosedur.
"Selain itu, tidak dilakukan sesuai dengan penyedia dalam kontrak, namun dilakukan oleh beberapa orang saja," bebernya.
"Sementara dalam pembayaran pekerjaan ditemukan pula perbuatan melawan hukum, dimana beberapa tandatangan cek dari direktur para penyedia dipalsukan dan ada juga menggunakan tandatangan asli tanpa sepengetahuan direkturnya," sambungnya.
Dalam perkara ini perbuatan tersangka telah melanggar ketentuan Perpres nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/ jasa pemerintah, dan peraturan perubahannya.
Sementara itu, berdasarkan laporan hasil audit investigasi dan BPKP terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.129.213.603. (Fad/red)