Saksi ahli dan juga Dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) DR. Hardianto Djanggi saat memberikan keterangam pers usai mengikuti musyawarah sengketa ijazah di Bawaslu Mamuju. |
MAMUJU, MASALEMBO.COM - Musyawarah penyelesaian sengketa dugaan ijazah palsu cawabup Mamuju Ado Mas'ud, kembali digelar Bawaslu Mamuju, Rabu (7/10/2020).
Musyawarah itu menghadirkan keterangan dari saksi ahli yang juga Dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) DR. Hardianto Djanggi.
Dalam keterangan persnya usai menghadiri musyawarah tersebut, DR. Hardianto Djanggi menyebut bahwa sesuai dengan ijazah sarjana strada satu (S1) yang disengketakan tidak adanya sinkronisasi antara laman Universitas Veteran Republik Indonesia (UVRI) dan Universitas Karya Dharma, dimana ijazah itu diterbitkan.
"Setelah saya teliti sesuai dengan keahlian saya, ijazah yang disengketakan tidak berkesesuaian," sebutnya.
Ia mengatakan, dalam menguji keaslian sebuah ijazah ada tiga hal, yakni keaslian blangko, tanda tangan pejabat yang berwenang serta isi seluruh ijazah harus tepat.
"Dan itu sudah saya paparkan saat musyawarah penyelesaian sengketa tadi sesuai dengan keilmuan saya, bahwa dalam mendapatkan sebuah ijazah yang sah regulasinya ada dan itu telah diatur. Tinggal majelis yang akan menentukan apakah keterangan saksi ahli bisa dijadikan dasar untuk mengambil keputusan atau ada pertimbangan lain," pungkasnya.
Hardianto menambahkan bahwa sebuah ijazah bisa dikatakan palsu atau tidak sesuai korelasi yang seharusnya bisa di cek melalui Forlap Dikti karena itu adalah sebuah produk yang telah dibuat oleh Kementrian Pendidikan, dimana regulasi tersebut tertera dalam Permenristekdikti Nomor 61 Tahun 2016 tentang pangkalan data perguruan tinggi yang acuannya bisa dibaca pada pasal 12 ayat 1, soal kewajiban perguruan tinggi terkait informasi yang valid.
"Jadi soal validnya data informasi mahasiswa ada di Forlap Dikti," tutupnya. (Dir/red)