SUMENEP, MASALEMBO.COM - Sejak pandemi Covid-19 masuk Kabupaten Sumenep sekitar Maret 2020 lalu, sebuah perusahaan yakni PT. Tanjung Odi belum berhenti beroperasi. Perusahaan ini baru resmi ditutup hari ini, Selasa (23/6/2020) untuk 14 hari kedepan.
Penutupan diduga merespon kasus beberapa hari belakangan ini, dimana Kabupaten Sumenep mengalami lonjakan positif Covid-19. Totalnya bahkan sudah mencapai 35 orang.
Untuk penyumbang kasus terbanyak adalah klaster pekerja di PT Tanjung Odi. Mirisnya, mayoritas kasus terinfeksi Covid-19 datang dari kalangan pekerja di tingkan produksi atau pabrik. Beberapa pasien terbaru dari klaster pekerja PT Tanjung Odi ini diantaranya pasien nomor 20, pasien nomor 26, pasien 28 dan pasien 30. Bahkan menurut Penanggung Jawab Bidang Personalia dan Keuangan PT Tanjung Odi, Riki, rapid tes terakhir yang dilakukan perusahaan ini terdapat 168 pekerja dinyatakan reaktif.
Berdasarkan fakta tersebut, posisi pekerja di tingkatan pabrik sangat rentan terjangkit penularan Covid-19, dan tentu beresiko menjangkiti keluarga para pekerja.
Alfian Al-Ayyubi dari Lembaga Informasi Perburuhan Sedane LIPS mengatakan, bahwa berdasarkan hasil beberapa penelitian lembaganya yang dilakukan di beberapa perusahaan yang beroprasi di tengah pandemi Covid-19, memang situasi pekerja sangat memprihatinkan dan menjadi tumbal para perusahaan yang tidak memberhentikan oprasional perusahaannya dengan dalih stalibatas pendapatan perusahaan.
"Apa yang dilakukan perusahaan adalah menjadikan buruh sebagai tumbal dari pandemi Caovid-19," ujar peniliti yang sedang menyelesaikan master di New Zealand ini, Rabu (23/06/2020).
Disinggung terkait kejadian yang ada di PT Tanjung Odi, Alfian Al-Ayyubi menjelaskan seharusnya pemerintah setempat dan Dinas Ketenagakerjaan setempat mengambil kebijakan tegas untuk menutup oprasional perusahaan sejak awal. Ini sebagai upaya preventif penyebaran pandemi Covid-19. Ia mengatakan pekerja memiliki kerentanan terjangkit virus berbahaya itu.
"Pemerintah dalam hal ini Disnaker gagal melakukan pengawasan. Atau bisa jadi mereka main mata dengan perusahaan agar terus beroperasi, sementara mereka tahu bahwa virus ini dengan gampang menyebar di pabrik," jelasnya.
Alfian Al Ayyubi mengatakan, ada beberapa hak dasar buruh atau pekerja yang mestinya dipenuhi di tengah pandemi Covid-19. Yang paling utama adalah bekerja dengan kondisi kerja yang baik dan bebas dari ancaman penyakit dan kecelakaan kerja.
"Buat para buruh PT Tanjung Odi yang kena Covid-19, perusahaan harus membayar biaya kesehatan mereka jika ada tagihan kesehatan yang membengkak. Sebab perusahaan yang bertanggung jawab memperkerjakan mereka tanpa standar keselamatan kerja yang baik di tengah penyebaran virus," tegasnya.
Pihak perusahaan PT Tanjunh Odi sendiri melalui Penanggung Jawab Bidang Personalia dan Keuangan, Riki, mengklaim telah menjalankan semua himbauan dari pemerintah. Mereka juga mengaku menerapkan protokol kesehatan penanganan Covid-19, dan berdalih bahwa pekerja yanh berjumlah 168 orang reaktif tersebut sebelum melakukan produksi karena test dilakukan sebelum melakukan produksi.
"Perlu ditekankan 168 orang yang reaktif tersebut belum pernah masuk produksi, karena perusahaan melakukan tes sebelum produksi," tegasnya kepada awak media.
Sementara itu Mantan Kepala Devisi Perburuhan Yayasan Lembaga Bantun Hukum Indonese YLBH-LBH Bali Hairul Umam SH mengatakan, harusnya perusahaan dan pemerintah setempat melakukan tindakan preventif untuk melindungi hak-hak buruh di dalam melakukan aktivitas produksi dengan menutup oprasional perusahaan sejak awal. (*)
Pewarta: Khairullah Thofu
Editor: Harmegi Amin