SUMENEP, MASALEMBO.COM - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Front Komunikasi Mahasiswa Sumenep (FKMS) menggelar aksi damai di jantung kota Sumenep, Rabu (10/6/2020). Mereka menyikapi ketidak berdayaan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep dalam memberikan sanksi terhadap pengusaha tambak undang yang melanggar aturan perizinan usah dan pencemaran lingkungan.
Kordinator Aksi Moh Sutrisno mengatakan, selama ini ada beberapa pelanggaran yang dilakukan pengusaha tambak udang yang tidak diberikan sanksi tegas oleh Pemda Sumenep. Misalnya di tambak udang milik CV Madura Marina Lestari sebanyak dua kali telah ditemukan dugaan pelanggaran instalasi pengolahan air limbah (Ipal), dan itu berdampak buruk terhadap lingkungan masyarakat sekitar tambak.
“Pelanggaran Ipal itu ditemukan langsung oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Namun dari dua kali temuan itu, tidak ada tindakan tegas, hanya diberikan sanksi peringatan saja,” ujarnya
Padahal kata Sutrisno, dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 65, menempatkan lingkungan yang bersih merupakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang merupakan hak dasar yang harus dilindungi oleh negara.
Dalam perspektif lingkungan kata dia, Pemda harusnya berfikir substanibele atau jangka panjang supaya bisa dinikmati oleh generasi selanjutnya. "Tidak bisa hanya sekedar bicara kalkulasi ekonomi semata, tapi mengabaikan keadilan ekologi," ujar Sutrisno.
“Ini kan tidak berfikir tentang bagaimana nasib Sumenep kedepan, egois namanya dan hanya berfikir soal kekayaan pribadi,” sesalnya.
Sutrisno menjelaskan Pemda Sumenep tidak tegas menindak adanya dugaan pelanggaran- pelanggaran tambak ilegal misalnya yang terjadi di Desa Pakandangan Barat, Kecamatan Bluto. Dimana tambak tersebut tetap nekat beroperasi meski sebelumnyan telah dilakukan penutupan oleh pemerintah setempat.
“Tahun lalu tambak udang di Pakandangan Barat telah ditutup karena ilegal dan melakukan reklamasi, sekarang beroperasi lagi,” ujar Moh Sutrisno, Rabu.
Selanjutnya kata Sutrisno tambak udang yang berada di Desa Andulang, Kecamatan Gapura, yang juga diduga telah melanggar aturan namun dibiarkan begitu saja. Tambak udang tersebut dinilai melanggar berdasarkan temuan Dinas Lingkungan Hidup
“Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumenep telah melakukan investigasi dua kali dan menemukan pelanggaran, namun DLH hanya memberikan peringatan saja tanpa adanya sanksi padahal sudah dua kali ditemukan pelanggaran,” terangnya.
Sutrisno berharap, pemerinta daerah bersikap tegas agar bisa memberikan efek jera terhadap petambak udang "nakal" itu.
“Pemerintah harus tegas lah, yang perlu diperhatikan adalah aturannya harus ditaati dan lingkungan sama-sama dijaga. Kalau limbahnya dibuang kelaut, sepadan pantai di langgar apalagi melakukan reklamasi berarti mereka tidak berfikir nasib Sumenep kedepan,” pungkasnya.
Sementara itu pegiat lingkungan yang pernah mengabdi di Indonesian Center For Environmental Law (ICEL), Margaretha Quina mengatakan, untuk jenis usaha yang diperkirakan memiliki dampak lingkungan diwajibkan memimiliki izin lingkungan sesuai yang sudah diatur dalam Permen UU PLH dan Permen LH No 38 tentang Jenis Usaha yang Wajib AMDAL, terkecuali menurut Quina perusahaan boleh beroprasi meskipun perizinan masih dalam proses apabila dalam proses perizinan menggunakan sistem online single submission atau OSS, yang mana sudah diatur di dalam PP No 24 Tahun 2018.
"Tidak termasuk pelanggaran, meskipun proses perizinan belum selesai tapi usaha sudah beroprasi dengan catatan proses perizinan yang dilakukan pengusaha menggunakan OSS," ujar alumni Universitas Indonesia tersebut melalui pesan Whatshap.
Sementara untuk pelanggaran dan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh setiap usaha, memiliki konsekuensi hukum yaitu sanksi adminstrasi, penutupan usaha bahkan pidana tergantung signifikansi pencemaran terhadap lingkunga, misalnya menurunkan standar baku mutu air, dan dalam hal ini pemerintah diwajibkan untuk mengawasi sebagaimana diatur dalam UU PLH 32 Tahun 2009
"Bab sanksi itu tergantung signifikansi dan tingkat pencemaran nya terhadap lingkungan, maka penting pengawasan dan ketegasan pemrintah terkait dan masyarakat sebagai elemen yang paling dirugikan diperbolehkan melakukan pelaporan dan gugatan sesuai undang-undang yang berlaku, dan bagi masyarakat yang menuntut lingkungan bersih tidak boleh dituntut balik baik secara perdata dan pidana UU PLH 32 Tahun 2009untuk menjaga kelestarian lingkungan dan keberlanjutannya," pungkasnya. (*)
Pewarta: Khairullah Thofu
Editor: Harmegi Amin