MAMUJU, MASALEMBO.COM - Sulbar harus melengkapi tenaga medis di setiap kabupaten dalam menangani pasien Positif Covid-19.
Di Sulbar, saat ini mencapai 58 kasus positif Covid-19 di Sulbar per 7 Juli. Dua klaster besar adalah Pontanakayyang Mamuju Tengah dan Kandemeng Polewali Mandar.
Anggota DPRD Sulbar Amalia Fitri Aras mengatakan, pemprov Sulbar harus memperhatikan penanganan medis di dua klaster itu, seperti di Mamuju Tengah, saat ia melakukan kunjungan kerja, berkomunikasi dengan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Mateng, pekan lalu. Mateng tidak memiliki dokter sepsialis penyakit dalam.
"Jadi saya berharap, Pemprov (Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Sulbar) memberikan perhatian atas jumlah kasus yang dihadapi Mateng. Di sana (Mateng) tidak ada dokter spesialis paru," tuturnya, Selasa (7/7/2020) kemarin.
Politisi Demokrat Dapil Mateng ini pun menyinggung dengan kesiapan Alat Pelindung Diri (APD) yang masih sangat kurang dalam menangani banyaknya pasien, baik pasien yang dirawat di RS Mateng maupun di Tempat Karantina, PKM Salugatta.
"Tepatnya di Pontanakayyang, Tentunya keperluan perlengkapan medis banyak diperlukan. Termasuk bantuan APD (Alat Pelindung Diri) yang masih kurang sementara disini (Mateng) kan paling banyak terpapar," terang Amalia.
Persoalan kekurangan tenaga medis ini juga dibenarkan Kepala Bidang Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Sulbar, Muhammad Ihwan, hanya di Mamuju Tengah yang tidak memiliki dokter penyakit dalam.
"Di Mateng tidak ada dokter spesialis penyakit dalam, di Kabupaten lain ada, masalah juga ruang isolasi masih kurang," ungkapnya.
Diketahui di Mateng, khusus Klaster Pontanakayyang terdapat 19 pasien dirawat di PKM Salugatta, 10 pasien lainnya ada di RSUD Sulbar dan dua pasien di RS Mateng.
Direktur RSUD Sulbar Indahwati Nusyamsi mengatakan, untuk kesiapan dokter secara umum masih terkendali. "Dokter spesialis penanganan Covid-19 Sulbar sekarang ini tercatat dua orang spesialis paru dan sebelas orang menangani pasien di Ruang Isolasi RSUD Sulbar dan Ruang Karantina RSUD Sulbar," ungkapnya.
Untuk perawat, lanjut Indahwati, di Ruang Isolasi 17 orang sedangkan di ruang Karantina ada 13 orang. Namun pihaknya melakukan outsorucing tenaga perawat, dan sudah mempekerjakan 12 orang perawat di Ruang Isolasi RSUD Sulbar.
"17 di RSUD Sulbar, 13 di Ruang Karantina. Untuk perawat dari hasil outsourcing sebenarnya 20 pendaftar, tapi kita sudah pekerjakan 12 orang di Ruang Isolasi RSUD Sulbar," terang Indahwati.
Indahwati pun membantah jika semua petugas medis di Ruang Isolasi maupun Ruang Karantina RSUD Sulbar khusus penanganan COvid-19 itu bekerja tanpa SK. "SK-nya sudah ada dari Gubernur," tegas Indah.
Dia mengaku dengan kondisi saat ini 44 pasien itu masih bisa tertangani, tentunya dibantu dengan tenaga medis di setiap kabupaten.
Hanya saja, jika pasien terus bertambah kedepanya, maka pihaknya terus melakukan perekrutan perawat.
Ditanya soal upah serta insentif, kata dia pihaknya tetap merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) HK.01.07/MENKES/238/2020 Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerhing Tertentu Bagi Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
KMK itu megatur mengenai penggantian biaya yang digunakan, termasuk biaya insentif seluruh tim medis yang terlibat dalam pelayanan pasien Covid-19. "Kita merujuk disitu dulu, Tetapi selain dari aturan itu, kalau tidak dibiayai, kita juga sudah siapkan melalui APBD, dalam BTT (Biaya tak terduga) dana kita ada," ungkapnya. (*)
Adventorial