Diskusi dengan topik bahasan peluang dan tantangan pilkada di tengah pandemi Covid-19 tersebut melibatkan pemateri diantaranya: Komisioner KPU Sulbar Farhanuddin, Pimpinan Bawaslu Sulbar Supriadi Narno, dan seorang akademisi, Ketua Program Studi Ilmu Politik Unsulbar Muhammad.
Pemateri pertama, Farhanuddin menyampaikan, sebagai tindak lanjut Perppu No. 2/2020 tentang Perubahan Ketiga UU Pilkada, KPU RI telah melakukan uji publik perubahan PKPU tahapan pilkada.
Perppu No. 2/2020 tentang Perubahan Ketiga UU Pilkada yang ditetapkan Presiden Joko Widodo, 4 Mei 2020, menyebut perubahan pemungutan suara berlangsung Desember 2020. Jadwal ini mundur tiga bulan dari jadwal semula, 23 September.
Namun, Perppu ini masih memberi ruang penundaan kembali apabila pemungutan suara tidak bisa dilaksanakan karena bencana nasional non-alam (pandemi Covid-19) belum berakhir.
"Apapun itu, karena KPU adalah pelayan bagi pemilih dan peserta pemilihan, tentu tantangan pilkada di tengah pandemi ini harus mengutamakan kesehatan dan keselamatan," ujar Farhanuddin
Terkait isu pemilihan electronic voting, Farhan mengatakan, opsi tersebut bisa saja dilakukan sepanjang memenuhi syarat pelaksanaannya.
"Terkait evoting bisa tapi perlu disiapkan anggaran dan kesiapan fasilitas. Tidak bisa disamakan antara korea dan disini, dan juga, jangan sampai masyarakat semakin skeptis terhadap pilkada dengan sistem e-voting ini. Pemungutan dan perhitungan suara manual dimana, publik diberi ruang untuk turut menyaksikan saja masih banyak yang menanyakan transparansinya apalagi dengan sistem e-voting ini," jelas Farhan.
Pemateri kedua, Supriadi Narno menjelaskan, meski kepastian hukum atas penundaan pilkada 2020 sudah ada yakni Perppu No. 2/2020, namun, salah satu tantangan sebagai penyelenggara adalah persepsi masyarakat terhadap pilkada ditengah pandemi Covid-19.
Ia mengatakan, menurut survei Litbang Kompas terkait respon masyarakat terhadap corona dan pilkada, dari sekian responden yang dijadikan sampel, 98% mengaku khawatir digelarnya pilkada di tengah pandemi. sisanya, 2% tidak khawatir. Juga diperoleh, masyarakat 98,3% mengatakan setuju akan penundaan pilkada. Sisanya, 2% tidak setuju.
"Ini bukti sekaligus tantangan dimana corona masih menjadi variabel penting dalam pelaksanaan pilkada," ungkap Supriadi.
Namun, lanjut Supriadi Narno, peluang pilkada utamanya partisiapsi publik masih memberi ruang digelarnya pilkada 9 Desember nanti. Survei Litbang Kompas mengatakan, 80% masyarakat bersedia jika didatangi KPU untuk melakukan pendataan namun tetap menjaga jarak, 15% tidak bersedia. Sisanya, tidak ada respon. Namun, jika pilkada ditunda, 88% bersedia mengikuti pilkada susulan, 1% tidak bersedia dan sisanya tidak ada respon.
Terakhir, Supriadi mengungkapkan, Bawaslu tetap melaksanakan ketentuan regulasi yang ada. Selain itu, peningkatan kapasitas pengawasan berbasis daring merupakan salah satu solusi di masa pandemi Covid-19 ini. Bawaslu,
"Paritipasi pengawasan masyarakat melalui program Go Waslu akan dimaksimalkan. Jadi, masyarakat bisa melaporkan pelanggaran via online," ungkapnya.
Sementara pemateri ketiga, Muhammad menyampaikan, di masa pandemi ini membuka peluang pelaksanaan pilkada tidak serentak. Eskalasi corona apakah msuk dalam zona merah atau hujau, tergantung zona wilayah tiap daerah.
Namun, ia juga memprediksi, jika status kedaruratan pandemi corona hingga 29 Mei belum berakhir maka sudah hampir dipastikan KPU akan menunda kembali pilkada.
Menurut Muhammad, saat ini, Indonesia tengah mengalami keterpurukan baik di bidang ekonomo, sosial dan politik. Peluang yang bisa diambil dari pelaksanaan pilkada ini adalah dapat memperbaiki pemulihan ekonomi, meski hasilnya tidak signifikan.
"Saya pribadi antara masih 50:50 melihat tantangan dan peluang pilkada ini. Kita menunggu PKPU tahapan yang sedang uji publik. KPU harus memperhatikan kondisi lokalitas di daerah karena seringkali kebijakan di pusat tdk singkron di daerah," tandas Muhammad.
Ia menambahkan, diperlukan pengawalan ketat dari Bawaslu selaku leading sektor pengawasan terhadap potensi politisasi bansos di tengah pandemi dengan memberikan penguatan turun langsung melihat pembagian.
Terakhir, Muhmmad berharap, KPU dan Bawaslu dan pemerintah pada umumnya menyiapkan SDM sebagai ujung tombak pelaksana teknis tahapan pilkada.
"Karena belajar dari pemilu 2019 banyak korban sakit apalagi di masa pandemi ini," kata Muhammad. (Misbah Sabaruddin)