MAMUJU, MASALEMBO.COM - Pengadilan Negeri (PN) Mamuju memberikan penangguhan dari tahanan Rutan ke tahanan rumah kepada terdakwa AL alias BR, kasus dugaan penimbunan BBM.
Entah dengan dalil apa hingga PN memberikan leluasa penangguhan tersebut.
Dari informasi yang dirangkum media ini bahwa terdakwa BR diberikan penangguhan oleh PN Mamuju karena sakit.
Awal penahanan tersangka, dua institusi (Polri dan Kejaksaan) enggan memberikan penangguhan karena berdasar pada bukti kuat, namun kemudian dilemahkan oleh PN Mamuju yang secara gamblang memberikan penangguhan tersebut.
Menanggapi hal itu, Ketua Laskar Anti Korupsi (LAK) Sulbar, Muslim Fatillah Azis geram. Ia menilai ada dugaan pelemahan hukum yang dilakukan oleh PN Mamuju. Pelemahan itu dengan memberikan leluasa penangguhan kepada terdakwa.
"Tentunya ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Mamuju," tegas Muslim, Rabu (27/11/2019).
Muslim menduga, ada kongkalikong dengan diberikannya penangguhan tersebut.
"LAK duga terjadi kongkalikong pada kasus ini. Entah dengan berapa besar dugaan jaminan yang diberikan kepada PN hingga diberikan penangguhan," sebut Muslim.
Muslim menilai, banyaknya kasus-kasus ecek-ecek yang ditangani PN Mamuju dan tak satupun diberikan penangguhan, bahkan ada yang sakit pun tidak diberikan. "Kenapa kasus yang merugikan masyarakat banyak diberikan penangguhan. Bila sakit ya dirawat saja di RS dengan diberikan pengawalan bukan tahanan rumah," tanya Muslim.
Muslim menegaskan, LAK akan segera bergerak untuk melakukan investigasi mendalam terhadap kasus ini.
"Kita juga akan segera berkoordinasi dengan Pengadilan Tinggi Makassar dan Mahkamah Agung terkait hal ini," ujar aktivis yang getol menyuarakan anti korupsi di Sulbar ini.
Sementara, Ketua PN / PHI / Tipikor Mamuju Kelas 1 B, Harianto, SH. MH, saat ditemui di kantornya menjelaskan, pengalihan terdakwa BR dari tahanan Rutan ke tahanan rumah karena yang bersangkutan sakit jantung dan harus dipasangi cincin, itu pun didasari pada hasil keterangan dokter dari RSUD Mamuju, selama menjalani perawatan.
"Sakit jantung dan harus dipasangi cincin," ucapnya, Rabu (27/11/2019).
Harianto mengatakan, BR menjalani perawatan di RS mulai terhitung 18-22 November 2019, selama lima hari menjalani perawatan
"Saat masuk Rutan terdakwa sudah sakit kemudian dirawat di RS selama lima hari," ucapnya.
Di lima harinya itu, lanjut Harianto, kemudian Kejaksaan melakukan eksekusi dan membawa kembali ke Rutan, hanya pihak Rutan tidak mau menerima dengan alasan tidak ada surat keterangan sehat dari dokter RSUD bahwa yang bersangkutan sudah sehat.
"Kuatirnya terjadi apa-apa di rutan," sebutnya.
Karena tidak diberikannya surat keterangan sehat dari dokter, hakim kemudian memberikan bantar (dikeluarkan dari rumah tahanan negara dengan tidak memperhitungkan sebagai penahanan). "Jadi kita berikan waktu terdakwa untuk berobat, namun proses persidangan tetap berjalan," tambahnya.
Harianto mengatakan, terdakwa telah menjalani persidangan sebanyak lima kali. "Jadi setiap hari senin terdakwa menjalani persidangan," jelasnya.
Disinggung soal jaminan penangguhan, Herianto menjelaskan, soal bantar tidak ada jaminan. Tapi selama diberikan bantar, terdakwa tetap dikawal oleh Kejaksaan. Bantar itu pun diberikan selama 30 hari.
"Kita mulai bantar tanggal 25 November 2019, hingga 30 hari kedepan. Dan kalau sudah sehat dan ada keterangan sehat dari dokter kita akan masukan lagi ke rutan," jelasnya.
(Kar/Dir)