Polisi mengumpulkan reruntuhan sisa pelemparan gedung DPRD Majene, Rabu 25 September 2019. (Dok: egi/masalembo.com)
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Majene AKP Pandu Arief Setiawan mengatakan, kelima tersangka masing-masing berinisil MS (20), MF (21), MSP (27), MR (21) dan IWK (19).
"Berdasarkan analisa rekaman video dan keterangan para saksi kami sudah menetapkan lima tersangka. Kemungkinan kami akan menetapkan tersangka lainnya, tapi kami akan rilis ulang kembali," ucap Pandu, Rabu (23/10/2019) di Mapolres Majene.
Pandu mengungkap, usai aksi unjuk rasa oleh mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Majene Bergerak 25 September, Polres Majene melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di gedung DPRD Majene. Polisi kemudian mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain sisa reruntuhan kaca jendela gedung, batu sisa lemparan, ban bekas yang dibakar massa, lambang daerah yang tercopot dari pagar kantor DPRD serta spanduk dan alat bukti lainnya.
Akibat kejadian ini, kata Pandu, kerugian diperkirakan senilai Rp50 juta. Kelima tersangka lanjutnya, dinilai kooperatif dalam penyelidikan. Mereka tidak ditahan karena alasan tersebut. Namun, mereka menjalani wajib lapor.
Kepada sejumlah awak media, Rabu (23/10) Pandu Arief Setiawan mengatakan, terhadap tindakan tersebut polisi mempersangkakan pasal berlapis. Yakni pasal 170 ayat 1 dan 2 poin 1 subsider pasal 351 ayat 1 subsider 406 ayat 1 atau pasal 200 ayat 1 dan ayat 2 junto pasal 214 ayat 1 dan ayat 2 poin ke 1 subsider pasal 213 ayat 1 subsider 211 subsider 212 junto 216 ayat 1 junto pasal 55 ayat 1 KUHP Pidana. Ancaman maksimal 15 tahun penjara.
Kronologi Kejadian Versi Polisi
Selain mengungkap inisial lima tersangka, Polres Majene juga membeberkan kronologi kejadian pelemparan gedung wakil rakyat Majene.
AKP Pandu Arief Setiawan membeberkan, pelemparan bermula saat aksi unjuk rasa berlangsung ricuh. Awalnya, ketika saat itu sejumlah oknum pengunjuk rasa membakar ban bekas tepat di depan gedung dewan. Polisi yang menjaga jalannya aksi lalu menyemprotkan alat pemadam api ringan. Para pengunjuk rasa spontan berhamburan dan terjadi pelemparan batu.
"Pelemparan batu mengenai beberapa bagian gedung. Sehingga beberapa bagian mengalami rusak. Jendela, pintu dan beberapa tembok rusak, serta melukai tiga orang personil Polres Majene dan juga dua orang masyarakat yang posisinya sebagai pegawai di kantor DPRD Majene," ucapnya.
AKP Pandu Arief Setiawan (tiga dari kiri) dan personil Polres Majene saat memberikan keterangan kepada sejumlah wartawan di Mapolres Majene, Rabu 23 Oktober 2019. (Egi/masalembo.com)
Aliansi Akan Lakukan Advokasi
Terkait penerapan tersangka ini, Kordinator Aksi Aliansi Mahasiswa Majene Bergerak Andi Satria Maulana, menegaskan akan melakukan pendampingan. Ia mengatakan, pihaknya akan melakukan advokasi terhadap kelima mahasiswa yang kini berstatus tersangka.
"Kami sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan teman-teman. Tentu kami akan melakukan advokasi baik litigasi maupun melalui ekstra parlemen," ucap Andi.
Satria mengaku, menyayangkan sikap kepolisian Polres Majene yang melakukan proses hukum hingga penetapan tersangka terhadap aksi massa. Pasalnya, insiden pelemparan yang terjadi saat aksi unjuk rasa berlangsung murni karena dinamika dalam unjuk rasa.
"Kami sama sekali tidak ada niat atau upaya pelemparan gedung dengan sengaja. Ini murni dinamika dalam aksi, mengingat saat itu massa bergelombang begitu banyak," pungkas mahasiwa Hukum Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) ini.
"Fenomena ini (chaos) adalah hal memang mungkin terjadi dalam aksi massa yang banyak," tutur Satria. (har/red)