Fitrinela Patonangi (ist)
Hal ini terlihat saat Bawaslu menggelar rapat supervisi, Senin (23/9/2019) di Sekretariat Bawaslu Majene di Jalan Mansyur Aco, Kelurahan Labuang, Kecamatan Banggae Timur, Majene.
Dua komisioner Bawaslu Majene, Indriana Mustafa dan Muhammad Dardi serta jajaran staf Bawaslu melakukan evaluasi dan pembahasan internal terkait persiapan Pilkada 2020 dibawah arahan langsung oleh Komisioner Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), Fitrinela Patonangi yang juga merupakan Kordinator Wilayah (Korwil) Majene.
Dalam arahannya, Fitrinela mengatakan, untuk menghadapi Pilkada serentak 2020, penyelenggara khususnya pengawas dituntut bekerja secara militan, cepat dan tepat.
"Kerja cepat, tepat, dan militan," tegas Fitrinela.
Menurutnya, strategi militan dapat dimulai dengan melakukan penguatan lembaga dengan tetap menjaga sinergitas antar penyelenggara.
Disamping itu, penyelenggara harus memperhatikan potensi-potensi pelanggaran Pemilu, utamanya pelanggaran kode etik yang dapat merusak moral dan integritas penyelenggara berdasarkan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) no. 6 tahun 2017 tentang Kesekretariatan dan Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) no. 2 tahun 2017 tentang tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
"Menghindari DKPP seperti pelanggaran pemilu apalagi pelanggaran kode etik terkait moral dan integritas," tandas Fitri.
Fitri pun memprediksi, tipologi pelanggaran Pilkada di Sulbar ada dua, yakni politik uang dan netralitas ASN. Keduanya, akan menguji tingkat profesionalitas dan independsi penyelenggara.
Untuk itu, Kordinator Divisi (Kordiv) Hukum dan Datin itu menegaskan, perlu adanya langkah cepat di tingkat daerah dengan membentuk Tim Datin. Tim ini nantinya akan menjadi integrasi data dari semua divisi.
Adanya Tim Datin ini dapat membantu memetakan potensi pelanggaran dengan memperhatikan 3 instrumen, yakni pencegahan, pengawasan dan penanganan pelangggaran.
Selain itu, Tim Datin juga harus memiliki inovasi dalam mengelola data dan informasi. Salah satunya, memanfaatkan sarana teknologi yang dapat diakses cepat oleh publik.
"Perlu ada akses untuk memudahkan aduan masyarakat, contohnya kontak whatsapp. Utamanya membangun relasi ke media," terangnya.
Meski Bawaslu RI telah meluncurkan program identitas pengawasan partisipatif seperti KKN tematik, forum warga dan beberapa program lainnya, Bawaslu provinsi dan daerah harus tetap memperhatikan kondisi lokal masyarakat Sulbar.
"Perlu disesuaikan dengan kondisi wilayah dan kebutuhan masyarakat lokal, " tuturnya.
Fitri menyadari, tugas penyelenggara memang membutuhkan fokus, waktu dan energi ekstra. Olehnya itu, perbaikan regulasi internal, program dan kebijakan lembaga harus matang jelang tahapan Pilkada.
Ia juga mengimbau, agar tetap menjaga kode etik dan kode perilaku penyelenggara pemilihan umum dengan bekerja secara profesional dan independen. Sebab, kualitas Pilkada tidak terlepas dari integritas penyelenggara.
"Pilkada tentu akan berhasil dengan sinergi, kerja sama, dan soliditas pengawasan," tutup Fitrinela.
Sekedar diketahui, sebanyak 270 daerah akan menggelar pemilihan serentak pada 23 September 2020. Rinciannya, sembilan pemilihan gubernur, 224 pemilihan bupati, dan 37 pemilihan wali kota.
Sembilan provinsi yang akan melaksanakan pemilihan gubernur meliputi Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah. (rls/red)