Arya Muddatzir (ist)
Saat ditemui di kediamannya Jalan Mr Muh Yamin, Kelurahan Pekkabata, Arya mengaku sangat menyesalkan keputusan pihak sekolah. Arya mengatakan alasan pihak sekolah tidak memberi kenaikan kelas karena guru tidak suka dengan sikapnya. Selain itu, ketinggalan mata pelajaran akibat sering keluar daerah mengikuti lomba juga jadi pemicu.
"Saya tidak mau sekolah dulu, saya malu sama teman-teman. Nanti dilihat dari orang tua seperti apa keputusannya," kata Arya kepada kru laman masalembo.com
Orang tua Arya Muddatzir, Armansyah sendiri mengatakan sangat menyayangkan keputusan sekokah. Sebab, selama ini anaknya tertinggal mata pelajarannya karena mengikuti berbagai lomba karate, bukan karena sengaja absen di kelas.
Ia mengaku kecewa dan prihatin dengan kondisi anaknya karena pasca kejadian itu kini depresi. Hal itu berpengaruh terhadap kondisi psikologis anaknya, diantaranya Arya jadi tidak ingin bersekolah pun latihan karate padahal berbagai lomba akan diikutinya.
"Terus terang anak saya pernah mengalami kecelakaan dan geger otak. Jadi kalau dia mendapat masalah dan berpikir langsung sering pusing dan sakit kepala. Kami akan bawa anak kami ke ahli psikiater untuk memeriksa kejiwaannya," ucap Muddatzir.
Untuk masalah tinggal kelas, Muddatzir mengaku belum pernah menerima penyampaian dari pihak sekolah. "Memang beberapa bulan yang lalu ada penyampaian dari pihak sekolah kepada kami tentang masalah nilai pelajarannya. Waktu itu istri saya yang hadir dan menyampaikan nilai-nilainya yang belum klar," sambungnya.
Orang tua Arya menjelaskan bahwa informasi ini diketahuinya saat Arya bersama tim karate lainnya sedang berada di Surabaya untuk mengikuti lomba. Saat itu tim kembali menang dan meraih dua medali emas di Surabaya pada minggu lalu. Padahal saat itu, Arya dan tim atlet karate ini rencananya akan langsung bertolak ke Thailand dan Malaysia untuk kembali ikut lomba.
"Kami harus batalkan karena ada berita Arya tidak naik kelas. Jadi tiket kami kemarin untuk berlomba di tingkat Asia Tenggara yakni Malaysia dan Thailand terpaksa batal karena Arya tidak mau berangkat dan tim langsung pulang ke Polewali," ujarnya.
Hal ini juga sudah disampaikan pihak orang tua ke Dinas Pendidikan dan masih menunggu seperti apa hasilnya. Orang tua Arya berharap, pihak sekolah memberi kesempatan kepada anaknya untuk memperbaiki nilai mata pelajarannya dan masalah akhlaknya dianggap kurang sopan di sekolah.
"Kami bukan mau memprotes apa keputusan sekolah yang telah memberi sanksi bagi siswa yang melanggar, namun tolong pertimbangkan dan hargai prestasi anak kami yang telah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Kalau masalah sikapnya kurang kami sebagai orang tua akan terus membimbingnya," harapnya.
Arya Muddatzir (14) merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara yang terlahir dari pasangan suami istri Armansyah dengan Nur Alam. Di lingkungan keluarga Arya memang mengalir darah karate dari orang tuanya. Ayahnya adalah sebagai instruktur karate sotokhai yang juga sebagai pelatihnya. Selain Arya, dua saudaranya yang lain juga atlet karate, yakni Gibran (15) yang pernah meraih juara 1 internasional di Jerman dan dua kali juara dua tingkat Asia di Brunei. Sementara adiknya Al Siah Khaerunnisah (10) yang masih duduk di bagku kelas lima SD akan ikut lomba ke O2SN di Semarang Agustus mendatang.
Kepala SMPN 3 Polewali Syamsir Muchtar yang dikonfirmasi mengatakan, meski siswa tersebut berprestasi di bidang ekstrakurikuler namun karena nilai akademik anak itu tersebut kurang. Ia membeberkan terdapat empat mata pelajaran yang tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) bagi Arya. Hal itulah yang tidak memenuhi untuk naik kelas. Keputusan ini berdasarkan hasil rapat bersama dengan dewan guru setelah melihat nilai dan karakternya masih kurang sehingga pihak sekolah memutuskan Arya tinggal kelas.
"Ini yang kita sayangkan kenapa siswa yang berprestasi namun karakternya di sekolah kurang bagus. Padahal biasanya prestasi yang baik dibarengi dengan karakter yang bagus," ungkapnya.
Syamsiar menjelaskan, prestasi non akademik saja tidak cukup bagi siswa naik kelas. Semua itu kata dia, terpulang dari pihak sekolah sebab sekolah punya otonomi dan aturan sendiri terkait siswanya.
Sementara itu, Sekertaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Polewali Mandar, Hamka mengatakan, penilaian merupakan kewenangan penuh oleh pihak sekolah dan prestasi pada bidang ekstrakurikuler saja yang dinilai tetapi tentu ada pertimbangan penilaian tersendiri dari guru. Banyak item penilaian kata Hamka, termasuk karakter dan kepribadian dan prestasi di karate itu masuk dalam penilaian ekstrakurikuler dan bukan hanya itu yang dinilai.
"Kami dari dinas tidak boleh mengintervensi kepada pihak sekolah. Kalau nilai akademiknya dan akhlaknya di sekolah buruk, itu kewenangan sekolah," katanya. (ant/har)