Foto via Kumparan
MASALEMBO.COM - Kemenangan 3-0 Barcelona di leg pertama seolah tak berarti banyak. Malahan, hasil mayor itu tampak seperti amunisi yang membuat Liverpool tampil menggila di leg kedua semifinal Liga Champions 2018/19.
Berlaga di Anfield pada Rabu (8/5/2019), kemenangan 4-0 berhasil direngkuh Liverpool lewat masing-masing dua gol Divock Origi (7', 79') dan Georginio Wijnaldum (54', 56').
Keunggulan agregat 4-3 inilah yang pada akhirnya menjadi kunci pembuka pintu laga final bagi 'The Reds'. Dua tahun, dua final. Well played. Atau mungkin lebih tepatnya, brilliant.
Liverpool turun arena dalam keadaan pincang. Dua penyerang andalan mereka, Roberto Firmino dan Mohamed Salah, tidak dapat bermain karena cedera. Maka, pertanyaan siapa yang bisa mengisi lini serang menjadi teka-teki yang harus dipecahkan oleh Juergen Klopp sebelum laga dimulai.
Pada akhirnya, formasi 4-3-3 Liverpool diisi dengan trio Sadio Mane, Origi, dan Xherdan Shaqiri di lini terdepan. Ketiganya ditopang oleh James Milner, Fabinho, dan Jordan Henderson di pos gelandang.
Barcelona jelas jauh lebih prima ketimbang Liverpool. Skema dasar 4-4-2 rancangan Ernesto Valverde memberikan panggung bagi Lionel Messi dan Luis Suarez untuk menunjukkan ketajamannya sebagai andalan Blaugrana di lini serang. Keduanya disokong oleh Philippe Coutinho, Ivan Rakitic, Sergio Busquets, dan Arturo Vidal.
Tidak ada istilah 'belum panas' bagi kedua tim. Permainan alot sudah ditunjukkan sejak wasit meniupkan peluit tanda laga dimulai. Adalah Liverpool yang berinisiatif melepaskan serangan pertama via tembakan Shaqiri.
Serangan itu dimulai dari manuver Mane dari sisi sayap kiri sebelum melepaskan umpan ke kotak penalti Barcelona. Tak ingin kehilangan momentum, Shaqiri langsung menyambar rekannya tadi. Namun demikian, belum ada keunggulan yang menampakkan rupanya dari upaya tersebut.
Keputusan Klopp untuk memainkan Origi membuahkan hasil. Laga baru berjalan enam menit, mereka sudah berhasil membobol gawang Barcelona. Gol ini berawal dari sepakan Henderson dari dalam kotak penalti.
Sebenarnya, Ter Stegen berhasil menepis. Namun, manuvernya itu justru membuat bola terpental di sekitar kotak penalti. Kesempatan ini lantas diambil oleh Origi dengan sepakan mengarah gawang yang tak terbendung. Sebagai catatan, ini menjadi gol pertama Origi di ajang Liga Champions.
Keunggulan pertama untuk Liverpool di laga ini juga tak dapat dipisahkan dari eror Jordi Alba. Sang bek sayap gagal menutup pergerakan Henderson yang secara hitung-hitungan masih ada dalam jangkauannya.
Ngomong-ngomong, ingatan apa yang muncul terkait fragmen ini? Barangkali, kisah comeback AS Roma di babak perempat final musim lalu. Yep, gol pertama Roma kala itu lahir pada menit keenam. Selisih semenitlah dengan gol kali ini.
Tersentak dengan gol cepat tadi, Barcelona menginjak pedal gasnya dalam-dalam. Dalam kurun 10 menit sejak gol tadi, dua tembakan berhasil mereka ciptakan. Keduanya berasal dari Messi.
Perpaduan antara alien, pesepak bola, dan dewa ini memulai kedua upayanya dari dalam dengan manuver dribel. Kecenderungan ini mirip betul dengan permainannya di leg pertama yang acap mendikte lawan dengan umpan-umpan pendeknya. Situasi horor bagi Liverpool muncul pada menit 17, kali ini via tembakan Coutinho yang masih mampu diredam oleh Alisson Becker.
Tempo permainan saat laga memasuki pertengahan menit 20-an terasa melambat ketimbang awal-awal laga. Tapi, sebenarnya laga tidak berjalan selow-selow saja di kurun ini.
Jika dalam kurun tadi intensitas percobaan menurun, itu bukan karena kedua tim bermain menunggu, tapi gencar dalam melakukan aksi defensif dan saling menutup aliran serangan lawan. Aksi defensif sudah dimulai sejak lapangan tengah.
Dari kubu Barcelona, dibuktikan dengan Vidal yang mencatatkan lima tekel sukses alias terbanyak. Sementara, Henderson menjadi penggawa Liverpool yang paling beringas dalam melepaskan aksi defensif, dengan tiga tekel suksesnya.
Messi dan Mane tampaknya sama-sama dipindai sebagai muara serangan bagi Barcelona dan Liverpool. Serangan-serangan acap diputus ketika bola sudah sampai ke kaki mereka. Menariknya, Mane dan Messi menjadi pemain yang paling banyak kehilangan bola sepanjang paruh pertama. Masing-masing keduanya sudah kehilangan bola sebanyak lima kali.
Entah apa yang ada di pikiran Klopp. Begitu ia kembali dari ruang ganti saat waktu turun minum habis, ia cengar-cengir sambil merangkul Wijnaldum tanpa beban seolah bukan timnya yang tertinggal 1-3 secara agregat.
Barangkali, setiap pelatih memang diwajibkan memiliki satu kemampuan khusus: menyamarkan segala kecemasan sepanjang laga. Logikanya, kalau pemimpinnya saja tak bisa menguasai diri, bagaimana dengan anak-anak asuhnya?
Tapi, gelagat Klopp itu mungkin ibarat pertanda buruk bagi Barcelona. Laga babak kedua belum berjalan 15 menit, dua gol tambahan sudah mereka torehkan. Dan semuanya ditorehkan oleh.... Wijnaldum. Yep, Wijnaldum yang di leg pertama itu gagal menjalankan peran sebagai false ninedan tak sekalipun melepaskan tembakan.
Gol pertama Wijnaldum lahir pada menit 54. Prosesnya ditandai dengan umpan tarik Trent Alexander-Arnold yang berhasil disambar Wijnaldum dari mulut gawang. Tak cukup satu gol, Wijnaldum menggetarkan gawang Marc Andre Ter Stegen lagi dua menit berselang via sundulan. Kali ini, dengan memanfaatkan umpan silang Shaqiri.
Ngomong-ngomong, Wijnaldum adalah pemain pengganti. Ia masuk menggantikan Robertson di awal babak kedua. Super sub?
Tertinggal tiga gol, Barcelona tetap punya kans untuk menjejak ke final. Menyadari lawannya bermain dengan lebih trengginas, Barcelona mau tak mau harus bermain lebih bertahan.
Agaknya itu pula yang membuat Valverde menarik Vidal dan Coutinho. Sang juru taktik memilih untuk memainkan Arthur yang lebih bertahan dan Nelson Semedo yang punyapace oke sehingga menjadi kunci saat transisi.
Menit 79, asa Liverpool untuk tampil di laga puncak meninggi sejadi-jadinya. Penyebabnya adalah gol Origi yang kelahirannya dibidani oleh sepak pojok Alexander-Arnold.
Meski hingga menit 80-an, tak ada gol yang dilesakkan oleh Alexander-Arnold, perannya sebagai bagian dari penggagas serangan Liverpool di laga ini sangat krusial: dua umpan kunci, 33 umpan akurat, dan dua upaya tembakan. Bahkan, assist-nya tadi menjadi yang ke-14 di seluruh kompetisi musim ini menjadikannya sebagai penyuplai assist terbanyak untuk Liverpool.
Sepuluh menit jelang waktu normal usai, Barcelona benar-benar mengendalikan penguasaan bola, hingga 75%. Sayangnya, aliran bola mereka acap terputus di area pertahanan Liverpool. Di babak perpanjangan waktu, Liverpool punya kesempatan untuk menambah satu gol lagi. Namun, upaya itu gagal berujung gol karena Mane sudah terjebak offside.
Tidak ada lagi gol yang mampu dilepaskan oleh Liverpool. Pun demikian dengan Barcelona, yang tak sanggup mencetak satu gol pun.
Kemenangan 4-0 berarti kemenangan 4-3 secara agregat untuk Liverpool. Itu berarti, pasukan Klopp-lah yang berhak berlaga di puncak kompetisi level Eropa terelite itu. Siapa yang menjadi lawan, tentu semuanya ditentukan di laga Ajax Amsterdam vs Tottenham Hotspur. (Kumparan)