(Foto: Ist)
MAMASA, MASALEMBO.COM - Tragedi Trisakti 12 Mei 1998, 21 tahun lalu ketika Dosen dan Mahasiswa dari Universitas Trisakti ingin menyampaikan aspirasi di gedung DPR/MPR, ketika itu aksi tersebut menjadi brutal yang dilakukan aparat keamanan. Sejumlah mahasiswa terpaksa jadi korban penembakan dari tindakan refresif keamanan saat itu.
Peristiwa itu dikenang sebagai “Tragedi Trisakti”, yang bukan saja menambah jumlah martir untuk menggulingkan rezim Soeharto, tetapi juga menandai babak baru perjuangan anti-orde baru yang semakin meluas di kalangan masyarakyat. Tragedi Trisakti juga akan menjadi pengingat sejarah kepada generasi mendatang.
Sekretaris Liga Mahasiswa Nasional Demokratis Eksekutif Kota Mamasa, Boby Harianto mengatakan peristiwa itu bukan hanya untuk dikenang, tetapi yang membuka mata atas tindakan represif orde baru saat itu.
“Setelah tragedi Trisakti, para mahasiswa di banyak kota kota besar seluruh Indonesia melakukan protes perlawanan. Bahkan hampir di setiap kampus ada posko perlawanan termasuk melakukan rapat koordinasi, pemutaran film politik dan penggalangan kekuatan massa,” Kata boby, Selasa (12/05).
Ratusan ribu mahasiswa dan rakyat menduduki gedung DPR hingga pada 21 mei rezim Suharto pun mundur dan menyerah pada kekuatan rakyat. Dari rentetan sejumlah persitiwa yang terjadi puluhan aktivis yang menjadi korba meninggalbahkan hilang dan hingga kini belum diketahui rimbahnya.
“Hari ini adalah tepat 21 tahun peristiwa naas itu terjadi namun segalanya telah berubah. Gelombang reformasi hanya memberikan kebebasan. Bukan hanya dikalangan elit tapi juga dikalangan mahasiswa sendiri yang harus membayar begitu mahal era kebebasan ini,”tegasnya.
Meski demikian dia berpendapat, bahwa saat ini lebih parah, dimana mahasiswa kebanyakan hanya bisa mengurusi gatget dan asmaranya. Mereka tidak lagi peduli akan keresahan rakyat yang kian hari kian menjerit terlindas oleh kebijakan penguasa yang ugal-ugalan melaksanakan kebijakan neoliberalnya.
Miris pada jaman reformasi masih sering terjadi tindakan refresif keamanan terhadap sejumlah aktivis saat menyampaikan aspirasi masyarakat, tentu tindakan-tindakan itu tak ada bedanya dengan refresifnya Orde Baru.
"Pemerintah sekarang ini melahirkan berbagai aturan karet dengan berbagai macam dalih, tetapi sesunggunya membatasi gerakan mahasiswa dan rakyat," terangnya.
Bahkan ditegaskan, menjelang hari Pemilu ada sebuah film yang dikeluarkan oleh watcdoc documentary yang berjudul Sexy Killer. Film ini membahas tentang alur eksploitasi SDA yang mengorbankan ribuan rakyat kecil atas nama pembangunan.
“Namun nyatanya banyak yang dibubarkan paksa ketika melakukan nonton bareng film tersebut. Selain itu pada peringatan May Day baru- baru ini ada banyak aktivis yang sempat dipukuli dan ditangkap pada hari itu seperti di Surabaya, Makassar dan dibanyak kota besar lainnya,”ungkap Boby.
Belum lagi bicara tentang penguasa hari ini dimana korupsi kolusi nepotisme (KKN) telah merajalela sampai di desa. Tambang-tambang asing lalu lalang untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan merampas hak hidup rakyat banyak.
"Dengan begitu Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND) Kota Mamasa, Mengajak seluruh Mahasiswa dan pemuda rakyat untuk kembali merapatkan barisan untuk mengawal buah perjuangan yang telah dibayar dengan mahal ini (reformasi), Menuntut pemerintah untuk menghentikan Represifitas aparat kepada gerakan rakyat dan mahasiswa, Segera adili para pelaku pelanggaran HAM 1998, Serta Wujudkan Pendidikan Gratis, Ilmiah dan Demokratis dan Cabut UU No. 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi,"pungkasnya. (Frd/**)