Muhammad Yusri (berdiri) hadir di persidangan PN Polewali (Asrianto/masalembo.com)
POLEWALI, MASALEMBO.COM - Kasus penangkapan dan penjualan ikan duyung (dugong-dugong) pada Mei 2018 lalu, disorot oleh aktivis penyu dan lingkungan.
Pemerhati Penyu dan Lingkungan, Muhammad Yusri mengatakan, seharusnya otak pelakunya ikut jadi tersangka, karena dialah yang menyuruh terdakwa untuk menjual dugong itu ke Pulau Battoa saat itu.
"Bahkan saat sidang, di depan hakim dan jaksa saat memberi kesaksian mengaku sudah lima kali menyuruh nelayan menjual duyung ke pulo Battoa selama dirinya jadi pedang ikan. Kasihan juga kalau masyarakat kecil yang selalu jadi korban padahal otak pelaku tidak menjadi tersangka " tegas Yusri, Kamis (10/1/2019).
Hal yang sama juga disampaikan Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar Andry Indryasworo Sukmoputro. Andry mengatakan, seharusnya bukan hanya pihak nelayan yang mendapat sanksi dan menjadi tersangka. Namun pihak lain, yang mungkin bisa memberi kontribusi dalam penjualan duyung tersebut.
"Yang terbukti secara sah mungkin memang nelayannya, tapi harusnya buka hanya satu orang saja," katanya.
Andry menjelaskan, Dugong atau Duyung ini adalah mamalia laut yang dilindungi secara penuh oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan tertera dalam PP Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumubhan dan Satwa serta PP 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya Ikan.
"Itu tidak boleh dimanfaatkan baik dalam kondisi hidup maupun mati, baik daging, kulit, maupun bagian tubuh lainnya. Keberadaaan Dugung diniai sebagai indikator, artinya kalau dia berada di wilayah perairan yang bagus, tentunya di stiu menunjukkan kondisi perairannya dalam kondidi bagus," tuturnya, saat di konfirmasi, Kamis (10/1/2019).
Sesuai Data BPSPL Makassar, ikan Duyung seperti ini sering ditemui terdampar di beberapa tempat dan wilayah pesisir, namun kasus ini untuk pertama masuk ke ranah hukum.
Andry mengimbau seluruh masyarakat jika secara tidak sengaja menemukan Duyung atau Dugong baik dalam kondisi hidup atau mati, sebaiknya melaporkan ke pihak terkait, misalnya ke Polair, DKP. Jika kondisi hidup, baiknya dilepas kembali, atau bisa menghubungi melalu telpon respon cepat kami di 081369133691.
"Karena wilayah kerja kami seluruh pulau Sulawesi, kami himbau kita berharap, masyarakat yang menemukan bisa segera melapor ke aparat terdekat," harapnya.
Sementara itu, Kasat Polair Polres Polman AKP Jubaidi menjelaskan, untuk sementara memang baru satu tersangka yang telah ditetapkan yakni Saparuddin. Nelayan yang menjual ikan Duyung tersebut. Namum tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru lainnya. Pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum, untuk ditindak lanjuti.
"Kami masih konsentrasi dulu terhadap tersangka utamanya, namun kami akan terus menindak lanjuti dengan memeriksa kembali pihak lain yang terlibat dalam kasus penjualan ini, termasuk pak Dusun Kapejang dan warga pulau Battoa lainnya," terangnya.
Kasus ini sendiri telah memasuki tahap persidangan perdana di Pengadilan Negeri Polewali, Rabu (9/1/2019) kemarin. Agenda sidang menghadirkan terdakwa Saparuddin serta mendengarkan keterangan saksi diantaranya Muhammad Yusri, Muhammad Jufri Abu Saleng, Paisah, Amir bin Yunus, dan Andri.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Heriyanti SH, M.HUm dengan didampingi H. Rachmat AT, SH.,MH dan Hamsira Halim, SH sebagai Hakim Anggota, Saparuddin didakwa melanggar Pasal 21 ayat 2 huruf (a) dan (b) Jo Pasal 40 ayat 2 dan ayat 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.
Berdasarkan keterangan dari saksi-saksi didapati bahwa ikan Duyung merupakan hewan langka dan wajib dilindungi. Ikan Duyung yang ditangkap terdakwa Saparuddin di perairan Garassi bukanlah merupakan ikan yang biasa diperdagangkan. Terdakwa Saparuddin pun hanya bisa membenarkan keterangan saksi.
Deterangannya kepada polisi Saparuddin mengaku menangkap ikan Duyung tersebut. (ant/har)