Rapat kordinasi penyelenggara pemilu bahas warga pebatasan Sulbar-Sulteng (Edison/masalembo.com)
PASANGKAYU, MASALEMBO.COM - Permendagri nomor 60 tahun 2018 yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negri (Mendagri) RI tentang penetapan tapal batas, telah membuat gaduh di perbatasan kedua wilayah Sulawesi Tengah (Suleng) dan Sulawesi Barat (Sulbar).
Bagaimana tidak, penetapan tapal batas itu dinilai merugikan salah satu pihak. Kabupaten Pasangkayu Sulbar, paling dirugikan dengan adanya Permendagri itu. Hampir sekira 5.400 kilometer wilayah kabupaten paling utara Sulbar itu kini jatuh ke tangan Kabupaten Donggala Sulteng.
Keputusan itu membuat situasi di perbatasan khususnya di Desa Pakawa, Kecamatan Pasangkayu yang sebagian besar wilayahnya kini masuk di Kabupaten Donggala Sulteng, memanas. Masyarakat Pakawa menolak menjadi warga Sulteng.
Warga Pakawa telah melakukan aksi unjuk rasa. Tidak sampai disitu mereka juga mengancam golput jika Permendagri nomor 60 tahun 2018 itu tidak dicabut. Penolakan juga secara tegas disampaikan oleh Pemkab Pasangkayu dan Pemprov Sulbar.
Sontak hal ini membuat penyelenggara Pemilu mejadi pusing. Terlebih pelaksanaan Pemilu hanya tinggal 90 hari. Belum lagi mengenai empat TPS di Pakawa yang sudah terlanjur terdaftar di KPU Pasangkayu namun kini masuk dalam wilayah Sulteng. Begitupun terhadap nasib sekira 460 pemilih yang terdaftar di empat TPS tersebut.
Karena hal tersebut, penyelenggara Pemilu dari kedua wilayah itu harus melakukan rapat koordinasi dengan melibatkan pihak-pihak terkait. Pertemuan dilangsungkan di Desa Pakawa, Kamis 17 Januari. Pertemuan itu bertujuan mencari solusi terbaik mengenai proses Pemilu di wilayah Pasangkayu yang kini masuk ke wilayah Donggala.
“Jadi 460 DPT yang kini masuk ke wilayah Sultang akan tetap ke kita (ke Sulbar). Karena memang datanya di kami. Secara de jure dan de facto, berdasarkan administrasi itu di kita. Karena memang mulai dari Pantarlih (Panitia Pendaftaran Pemilih), dan DPS (Daftar Pemilih Sementara) itu di kita,” tegas Ketua KPU Sulbar Rustang, usai rapat koordinasi tersebut.
Kepala Bagian Pemerintahan Pemkab Pasangkayu Muh. Hatta, menyampaikan pihaknya akan terus melakukan upaya agar Permendagri 60 tahun 2018 ini segera dicabut. Dalam waktu dekat pihaknya kembali akan menghadap ke Kemendagri untuk mempertanyakan sejauh mana proses terkait nota penolakan Pemkab Pasangkayu dan Pemprov Sulbar terhadap Permendagri tersebut.
“Kami berharap bisa kembali ke Kepmen 52 tahun 1991 tentang tapal batas Sulsel (sekarang Sulbar) dan Sulteng. Atau setidaknya dikeluarkan surat penangguhan pemberlakukan Permendagri nomor 60 tahun 2018 ini,” ujar Muh. Hatta.
Ketua DPRD Lukman Said yang juga hadir dalam pertemuan di Desa Pakawa mengharap Pemprov dan Pemkab Pasangkayu memperkuat koordinas dengan Kemendagri terkait penolakan Permendagri nomor 60 tahun 2018. Ia sepakat setidaknya dikeluarkan surat penangguhan pemberlakukan Permendagri tersebut.
“Ini harus segera dilakukan untuk menyelematkan proses demokrasi di Pakawa. Apa lagi warga Pakawa mengancam golput,” jelas Ketua Umum Adkasi. (eds/har)