Sakaria.K, S.Ag. (Sekretaris DPRD Kab. Mamuju Tengah)
Perkembangan demokrasi di Indonesia memperlihatkan adanya dorongan pada pe-merintahan rakyat. Rakyat mempunyai kedaulatan yang tertinggi, dengan sistem politik yang demokratis sehingga seluruh kebijakan dan aturan yang mengikat rakyat dilaksanakan dengan persetujuan rakyat. Persetujuan Rakyat di peroleh secara langsung melalui: (1) Pemilihan umum; (2) Referendum; dan (3) Konsultasi publik (pembuatan kebijakan partisipatif).
Salah satu agenda yang penting dalam melakukan perubahan politik adalah menyelenggarakan pemilu. Makna pemilu yang paling esensial bagi suatu kehidupan politik yang demokratis adalah sebagai institusi untuk melakukan perebutan kekuasaan (pengaruh) yang dilakukan dengan regulasi, norma dan etika sehingga sirkulasi elit politik (pergantian kekuasaan) dapat dilakukan secara damai dan beradab.
Pemilihan umum merupakan salah satu wadah yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menentukan siapa yang akan mewakili mereka dalam lembaga legislatif dan siapa yang akan memimpin mereka dalam lembaga eksekutif.
Hal ini menyebabkan rakyat menjadi elemen penting dalam pemilu terutama partisipasi dalam memilih wakilnya. Suasana demokratis akan tercapai atau terpenuhi bila mana ada dukungan masyarakat, sedangkan dukungan tersebut akan datang bila mana anggota-anggota masyarakat merasa kehendak-kehendak dan kepentingan-kepentingan mereka mendapat saluran yang wajar. Sistem pemilu yang memberikan kesempatan bagi rakyat untuk memilih wakilnya dengan mulai sedikitnya peran partai politik, diharapkan menghasilkan wakil-wakil rakyat yang respon terhadap permasalahan yang terjadi di masyarakat dan menghasilkan kebijakan yang mencerminkan aspirasi masyarakat luas. Dan dengan sistem pemilihan seperti ini juga diharapkan akan muncul wakil-wakil rakyat yang dekat dengan konstituennya di daerah pemilihannya.
Di mana wakil-wakil rakyat yang duduk dalam Dewan Perwakilan Rakyat inilah yang nantinya akan memperbaiki nasib masyarakat melalui kebijakan yang dihasilkannnya. Kita merumuskan bahwa DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat. Artinya, DPRD merupakan wadah di mana para wakil rakyat berbicara atas nama dan demi kebaikan rakyat. Karena itu yang paling diharapkan masyarakat dari para anggota Dewan adalah merasakan kepentingan rakyat sebagai kepentingannya sendiri. Bukan sebaliknya, mengalihkan kepentingan sendiri atas nama rakyat. Kebijakan yang berorientasi terhadap masyarakat ini dihasilkan dengan jalan menampung aspirasi yang berkembang dan disampaikan oleh masyarakat. Di mana untuk mendapatkan kebijakan partisipasif ini dilakukan melalui kegiatan komunikasi langsung terhadap masyarakat di daerah. Bentuk kegiatan ini dilakukan saat masyarakat menyampaikan aspirasi dan pengaduannya ke lembaga DPRD atau dilaksanakan melalui masa reses dengan bentuk dialog-dialog dengan berbagai elemen masyarakat, kunjungan ke lapangan, dan mengumpulkan pendapat umum. Meski telah menempuh berbagai cara, seringkali keputusan yang diambil oleh anggota DPRD belum mampu mencerminkan aspirasi masyarakat luas. Hal ini memperlihatkan belum efektifnya informasi yang berasal dari masyarakat sebagai sebuah masukan dalam mempengaruhi pengambilan keputusan publik. Karenanya, pengelolaan aspirasi dan pengaduan masyarakat maupun penjaringan aspirasi masyarakat perlu lebih diefektifkan dengan melibatkan anggota DPRD secara langsung.
Kegiatan untuk menampung dan menerima aspirasi dan pengaduan masyarakat tersebut, dilakukan pada saat aspirasi dan pengaduan disampaikan ke lembaga DPRD, baik langsung maupun tidak langsung (secara online), juga dapat dilakukan dengan menyerap aspirasi dan pengaduan pada masa reses. Di mana kegiatan ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan anggota DPRD sebagai bentuk pertanggung jawaban moral dan politis terhadap konstituennya dalam rangka memperkuat komunikasi dengan masyarakat secara langsung. Selain itu hal ini merupakan salah satu kewajiban anggota Dewan sesuai dengan yang diamanatkan UU No. 22 Tahun 2003 pasal 18 yaitu memberikan pertanggung jawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya.
Ketidakefektifan penerimaan aspirasi dan pengaduan masyarakat serta penggunaan masa reses oleh anggota DPRD berdampak pada ketidakmampuan anggota DPRD untuk menjaring dan menindak-lanjuti aspirasi maupun pengaduan, dan ini berdampak pada kinerja anggota DPRD. Kinerja anggota DPRD dapat menjadi ukuran apakah mereka mampu melaksanakan mandat yang telah diberikan rakyat kepada mereka. Kemampuan anggota DPRD dalam melakukan komunikasi dalam rangka pengelolaan aspirasi dan pengaduan serta penjaringan aspirasi masyarakat membuat citra anggota DPRD tidak cukup baik. Tidak tersalurkannya aspirasi masyarakat ini dapat disebabkan oleh ketidakmampuan anggota DPRD dalam melakukan komunikasi atau penjaringan aspirasi secara efektif. Di satu sisi, sebagian anggota DPRD merasa telah memenuhi kewajiban mereka dengan berkomunikasi langsung dengan konstituen. Sehingga kebutuhan akan sistem yang baku tentang model penjaringan aspirasi masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk buku panduan sangat dibutuhkan oleh anggota DPRD, khususnya DPRD Kabupaten Mamuju Tengah.
Pengelolaan aspirasi dan pengaduan masyarakat serta penjaringan aspirasi masyarakat secara formal dilakukan sesuai dengan Keputusan DPRD Kabupaten Mamuju Tengah Nomor: 01/DPRD/XI/2014 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Mamuju Tengah, salah satu bagian penting dari penerimaan aspirasi masyarakat dilaksanakan pada masa reses. Masa Reses dilaksanakan tiga kali dalam satu tahun dan paling lama 6 hari kerja dalam satu kali reses. Masa Reses dipergunakan untuk mengunjungi daerah pemilihan anggota yang bersangkutan dan menyerap aspirasi masyarakat. Setiap melaksanakan tugas reses anggota DPRD secara perorangan atau kelompok wajib membuat laporan tertulis atas pelaksanaan tugasnya yang di-sampaikan kepada pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna.
Kegiatan dan jadwal masa reses anggota DPRD Kabupaten Mamuju Tengah ditentukan oleh Pimpinan DPRD. Pimpinan DPRD Kabupaten Mamuju Tengah memberikan surat pemberitahuan untuk pelaksanaan tugas reses, setelah itu diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing daerah pemilihan untuk berkoordinasi. Pengaturan ketentuan masa reses yang hanya melalui surat pemberitahuan ini menimbulkan banyak persepsi yang berbeda antar anggota dewan. Wilayah penjaringan aspirasi, tanggung jawab penyerapan aspirasi akhirnya menjadi pilihan yang berbeda antar anggota dewan.
Reses untuk mengunjungi daerah pemilihan dimaknai oleh anggota dewan sebagai wilayah penjaringan aspirasi mereka. Ada beberapa daerah pemilihan yang melaksanakan penjaringan aspirasi masyarakat secara bersamaan. Namun demikian ada sebagian daerah pemilihan yang tidak terkoordinasi sehingga pelaksananaan reses mereka adakan secara individual, dan untuk pelaporan kegiatan masa reses dilakukan secara berkelompok sesuai dengan daerah pemilihan. Pengumpulan aspirasi yang di peroleh oleh masing-masing anggota Dewan dikumpulkan dan di buat satu buah laporan untuk masing-masing daerah pemilihan. Pelaporan yang dilakukan oleh masing-masing daerah pemilihan mempunyai format yang beragam sesuai dengan model masing-masing kelompok reses anggota dewan. Tidak adanya standarisasi format laporan masa reses menyebabkan beragamnya model pelaporan yang digunakan sebagai laporan masa reses oleh anggota dewan. Keragaman dan ketidakjelasan format ini menyebabkan tidak mudahnya pimpinan dewan, pimpinan komisi dan pemerintah daerah untuk memahami isi, arah dan maksud dari laporan kegiatan reses tersebut. Secara umum yang terlihat dari laporan masa reses dari masing-masing daerah pemilihan adalah kumpulan usulan program atau proyek pembangunan yang tidak diketahui asal sumber aspirasi tersebut. Analisa terhadap hasil kegiatan reses tersebut tidak kelihatan sehingga tidak mudah untuk dapat memahami seberapa penting program yang diusulkan oleh kelompok daerah pemilihan tersebut. Secara umum sistematika yang digunakan dalam penyusunan laporan kegiatan reses yaitu 1) Pendahuluan, 2) Dasar Pelaksanaan, 3) Lokasi dan Waktu Pelaksanaan, 4) Anggota Daerah Pemilihan, 4) Hasil Pelaksanaan Reses, 5) Penutup.
Hasil laporan kegiatan reses anggota DPRD Kabupaten Mamuju Tengah disampaikan kepada Pimpinan DPRD Kabupaten Mamuju Tengah melalui Rapat Paripurna dengan agenda Penyampaian Laporan Hasil Reses. Mekanisme ini memperlihatkan bahwa penyampaian atau pengawalan aspirasi masyarakat ujungnya adalah pada Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Mamuju Tengah. Tugas anggota DPRD Kabupaten Mamuju Tengah sebagai penyalur aspirasi masyarakat seakan sudah gugur ketika sudah menyampaikan aspirasi masyarakat tersebut pada Rapat Paripurna Penyampaian Laporan Hasil Reses. Proses penyampaian dan pengawalan lebih lanjut terhadap aspirasi masyarakat masih sangat lemah, terlihat dari upaya DPRD yang hanya sebatas mengkompilasi hasil laporan reses anggota dewan untuk disampaikan kepada Pemerintah Daerah sebagai bahan Musrenbang. Hal ini berujung pada tidak adanya aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui anggota dewan masuk dalam tema pembahasan dalam Musrenbang Kabupaten Mamuju Tengah.
Berdasarkan proses penjaringan yang telah berjalan sebelumnya beserta permasalahan yang muncul sebagaimana diuraikan di atas, kita analisa perlunya memetakan dan menata model penjaringan yang dilaksanakan antara lain :
1.Model penjaringan aspirasi yang dilakukan secara perorangan.
2.Model penjaringan aspirasi yang dilakukan melalui Partai Politik.
3.Model penjaringan aspirasi yang dilakukan sesuai dengan komisi yang di duduki.
4.Model penjaringan aspirasi yang dilakukan bersama-sama dengan anggota DPRD di daerah pemilihan
Sesungguhnya model Penjaringan aspirasi masyarakat dapat dilakukan dalam 5 model, yaitu 1) Model penjaringan aspirasi yang dilakukan secara perorangan; 2) Model penjaringan aspira si yang dilakukan melalui Partai Politik; 3) Model penjaringan aspirasi yang dilakukan sesuai dengan komisi yang di duduki; 4) Model penjaringan aspirasi yang dilakukan bersama-sama dengan anggota DPRD di daerah pemilihan; 5) Model penjaringan aspirasi yang dilakukan bersamaan den gan kegiatan musyawarah pembangunan (musrenbang). Kegiatan penjaringan aspirasi mas yarakat dapat dilakukan secara formal mau pun informal. Kegiatan penjaringan aspira si secara formal artinya kegiatan tersebut telah direncanakan secara secara matang, baik dari segi waktu, tempat, peserta, mau pun susunan acara penjaringan aspirasi. Hal ini dapat dilakukan melalui pertemuan-per temuan resmi yang dikoordinasikan oleh sekretariat DPRD dan atau Pemerintah Daerah (Pemda). Sedangkan kegiatan pen jaringan aspirasi masyarakat secara informal artinya kegiatan tersebut tidak direncanakan secara matang, bersifat insidental, tidak terikat waktu, tempat, maupun sumber in formasi. Kegiatan model kedua ini biasanya dilakukan secara perorangan. (*)