POLMAN, MASALEMBO.COM - Sebuah kisah inspiratif datang dari seorang pemuda bernama Hasan, warga dusun Lemo Baru, desa Kuajang, Kecamatan Binuang, Polewali Mandar, Sulbar. Ia rela menyulap rumahnya menjadi sebuah tempat belajar bagi anak-anak warga sekitar yang dinamakan "Kampung Pendidikan". Kampungnya yang dulunya sepi kini menjadi ramai dan menjadi dikenal.
Setiap hari, dikampung pendidikan, anak - anak di beri pelajaran seperti bahasa inggris, komputer, menari, agama, mengaji, ceramah, dan pelajaran lainnya. Peserta didiknya kini mencapai 150 orang anak.
"Mulai sore hingga malam hari, kemudian kalau hari minggu kami tambah ekstra menari dan seni," tuturnya.
Menurut Hasan, awalnya kampung pendidikan dirintis bulan Juli tahun 2017 lalu, namun baru bulan April 2018 baru mulai bergerak.
"Awalnya ide ini muncul bulan Juli tahun lalu, tapi aktif baru tahun ini, belum cukup satu tahun," katanya.
Ide ini muncul dari kegelisahan Hasan melihat banyak anak-anak yang putus sekolah di kampungnya. Ia memikirkan apa yang harus berikan kepada masyarakat. Gerakan apa yang harus di berikan tanpa mengajari mereka.
Ia melihat bahwa ternyata sumber dari pendidikan adalah pengetahuan. Kenapa banyak anak-anak di daerah jarang mendapatkan kesempatan di sekolah diluar atau yang lebih baik, karena memang pengetahuan mereka yang rendah. Proses pendidikan dari kecil itu hanya didapat di sekolah yang formal, dan tanpa ada bimibingan di sekolah yang non formal.
"Akhirnya saya kepikiran, bagaimana anak yang putus sekolah mereka di tambah pengetahuannya sejak usia dini. Karena nantinya kedepan mereka bisa bersaing dengan yang lain. Karena banyak sekali bea siswa banyak, tapi yang dapat adalah orang- orang yang memang pintar,"akunya.
Hasan pernah kuliah di Univeristas Negeri Makassar (UNM) Fakultas Pendidikan Jasmanai Kesehatan dan Rekreasi, pada tahun 2009 hingga 2013. Hasan kemudian mendapatkan bea siswa LPDP dari Kementerian Keuangan RI untuk melanjutkan kuliahnya di Universitas Negeri Jakarta, Fakultas Pendidikan Olahraga tahun 2015 dan lulus S2 pada tahun 2017.
Lulusan S2 Universitas Negeri Jakarta ini pun memutuskan rela untuk meninggalkan Jakarta untuk membangun kampungnya.
"Kalau mau berbicara financial, secara materi saya sudah dapatkan di Jakarta. Saya sempat bekerja di Bappenas selama beberapa bulan, dengan gaji yang sangat lumayan. Namun karena prihatin, sata memutuskan kembali ke kampung," ungkapnya.
Seriba di kamling, ia kemudian minta ijin kepada masyarakat untuk membangun Kampung Pendidikan.
"Sengaja saya memilih nama Kampung pendidikan, karena cakupannya lebih luas, konsepnya menghadirkan suasana kampung dan lebih cepat di terima masyarakat. Bukan taman baca atau taman tulis yang lain," tambahnya.
Untuk dapatkan stok buku, ia mengajukan permintaan ke Perpustakaan Nasional RI, kemudian ia berkeliling Jabodetabek untuk menggalang donatur untuk dapatkan buku.
Stok buku kemudian ia kumpulkan dan dikirim ke kampung halamannya, memanfaatkan program "Pustaka Bergerak Indonesia", yakni fasilitas pengirimanan buku gratis di kantor pos.
"Sangat luar biasa itu program. Karena kalau mau dijumlah, biaya pengiriman saya di pos selama ini totalnya lebih dari 90 juta,"
Atas apresiasinya, ia berhasil menjuarai lomba pemuda pelopor berprestasi di bidang pendidikan tingkat Nasional, yang digelar oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada tanggal 18 Oktober lalu di Jakarta.
Sebelumnya, Kampung Pendidikan berhasil masuk dalam nominasi setelah melalui seleksi tingkat kabupaten, kemudian masuk seleksi tingkat provinsi. Ada lima kategori lomba ya g digelar, yakni bidang Pendidikan, Agama Sosial dan Budaya, Sumber Daya Alam Lingkungan dan Pariwisata, Pangan, dan Inovasi Tekhnologi.
Setelah masuk provinsi, dipilih tiga peserta yang mewakili Sulawesi Barat. Ketiganya adalah Peserta dari Basseang di bidang pangan yakni pembuatan makanan khas golla kambu, dan Wonomulyo kategori Budaya yakni rumah banua, dan kampung pendididikan dari Lemo Tua.
Setelah masuk provinsi, dipilih tiga peserta yang mewakili Sulawesi Barat. Ketiganya adalah Peserta dari Basseang di bidang pangan yakni pembuatan makanan khas golla kambu, dan Wonomulyo kategori Budaya yakni rumah banua, dan kampung pendididikan dari Lemo Tua, Kuajang.
Setelah itu, tim verifikasi dari Kemenpora melakukan penilaian, kedua peserta yang lain tidak memenuhi syarat dan dinyatakan gagal masuk dalam nominasi ke tingkat nasional.
Hasan kemudian dipanggil ke Jakarta untuk dilakukan tes. Di Jakarta Ia harus bersaing dengan 49 peserta dari 34 provinsi.
"Disanalah ujian yang sesungguhnya, karena kami disuruh presentasi didepan juri," jelasnya.
Setelah melalui penilai dari juri, akhirnya Hasan berhasil mengalahkan lawan-lawannya yang berasal dari provinsi lain dan meraih juara Satu tingkat nasional bidang Pendidikan.
Rencananya, Hasan akan diundang oleh Menteri Pemuda Olahraga Imam Nahrawi ke Jakarta pada tanggal 28 Oktober mendatang bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda sekaligus menerima piala. (ant/har)