Foto Ilustrasi (sumber: banjarmasinpos.com)
JAKARTA - Program nasional imunisasi campak rubella atau Measles Rubella (MR) akhirnya diperpanjang sampai 31 Oktober 2018. Program yang awalnya dirancang selesai dalam dua bulan, Agustus -September tahun ini, terpaksa diperpanjang.
Lantaran hingga minggu terakhir September tercatat 51,05 persen dari 31,9 juta anak usia 9 bulan hingga 15 tahun belum terimunisasi.
"Kementerian Kesehatan memberikan kesempatan bagi seluruh provinsi untuk melanjutkan pemberian layanan imunisasi Measles Rubella (MR) sampai dengan tanggal 31 Oktober 2018," kata Menteri Kesehatan, Nina Farid Moeloek, Selasa (18/9) lalu.
Padahal target pemerintah idealnya 95 persen anak telah terimunisasi. Capaian 51,05 persen tersebut adalah kondisi di 28 provinsi, yang berada di luar Jawa. Enam provinsi di Jawa, sudah menjalani program imunisasi MR ini pada tahun 2017, bulan yang sama, Agustus-September. Capain vaksinasi di provinsi Pulau Jawa, melebihi target minimal 95 persen.
Capaian Imunisasi Campak Rubella
Status per 1 Oktober 2018, capaian setiap provinsi untuk program imunisasi capak rubella/measles rubella. (Dok:istimewa/kampanyemr.info).
Target 95 persen ini bukan tanpa alasan. Target ini adalah angka minimal menciptakan kekebalan kelompok atau herd immunity. Anak-anak yang tidak diimunisasi jika hanya sejumlah 5 persen, kecil sekali tertular campak atau rubella karena lingkungan sekitarnya sudah imun atau kebal, sehingga virus tidak bisa hidup.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, imunisasi MR di Jawa mencapai 100,98 atau kurang lebih 35 juta anak telah tervaksin. Rencana menduplikasi keberhasilan ini masih jauh dari harapan. Vaksinasi MR diterpa isu tidak halal.
Padahal vaksin MR saat ini belum dapat diproduksi di Indonesia, dan hanya bisa diambil dari India, atau yang dikenal dengan Serum Institute of India (SII). Jepang sebenarnya juga memproduksi vaksin MR ini, tapi hanya untuk kebutuhan dalam negeri saja. Vaksin MR produksi SII ini sebenarnya memanfaatkan (bukan mengandung) unsur haram. "Maka tidak bisa diberi sertifikasi halal," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorum Niam saat rapat koordinasi dengan Kementerian Kesehatan di Jakarta (3/9).
Akibat beredar informasi yang kurang tepat ini, di sejumlah provinsi terjadi penolakan. Terutama Majelis Ulama Islam daerah atau tokoh-tokoh agama Islam. Contoh di provinsi Riau (26.70%), Sumatera Barat (27.30%) data per tanggal 24 September 2018. Bahkan ada provinsi yang Gubernurnya ikut menolak program nasional ini yaitu provinsi Aceh Darussalam. Plt Gubernur Nova Iriansyah justru yang menolak dilaksanakan program nasional imunisasi MR, sehingga akibatnya baru 4,94 persen anak yang terimunisasi (data 24/9).
Pada tanggal 20 Agustus 2018, sebenarnya MUI sudah mengeluarkan fatwa Nomor 33 tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR Produk SII untuk Imunisasi. Inti dari fatwa ini adalah memperbolehkan penggunaan vaksin SII dengan beberapa pertimbangan.
Imunisasi MR ini diperbolehkan karena memenuhi ketentuan darurat syariah, yaitu belum adanya alternatif vaksin yang halal sementara bila tidak diberikan justru menimbulkan bahaya sampai kecacatan maupun kehilangan nyawa seseorang. Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) KH Maruf Amin saat konferensi pers tanggal 18 September 2018 di Kementerian Kominfo, mengatakan, "Melakukan imunisasi apabila karena ada bahaya penyakit, kecacatan. Bukan hanya boleh , tapi wajib. Menghilangkan bahaya itu adalah kewajiban."
Namun isu tidak halal ini terlanjur beredar luas. Keraguan banyak tokoh agama maupun masyarakat bahkan pejabat negara seperti di Aceh, membuat imunisasi MR melambat. Sampai per tanggal 1 Oktober, baru 1 provinsi yang mencapai/melebihi target 95 persen, yakni provinsi Papua Barat (96,59 persen). Sementara itu banyak provinsi yang capaiannya masih di bawah 50 persen, seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan.
Meskipun masa imunisasi MR ini diperpanjang sampai 31 Oktober 2018, tetapi bila MUI Pusat bersama Kementerian Kesehatan tidak turun langsung ke provinsi-provinsi dan berdialog dengan tokoh agama maupun masyarakat, bisa jadi target ideal di akhir Oktober bisa dipastikan kembali tidak tercapai.
Data lain menunjukkan, Indonesia saat ini adalah termasuk 10 negara dalam jumlah terbesar kasus campak rubella. Regional Asia Tenggara dan regional Afrika adalah 2 regional terakhir di dunia yang belum terbebas dari MR. Belum terbebasnya Indonesia dari campak rubella, tentu memberi kekhawatiran negara-negara tetangga yang sudah terbebas. Karena bisa jadi mereka terjangkit kembali, ketika ada turis Indonesia berkunjung negara tersebut.
Sementara kawasan lain seperti Eropa, Pasifik Barat, bahkan Timur Tengah sudah terbebas dari campak rubella sejak tahun 2009. Negara Islam seperti Arab Saudi justru sudah terbebas dari virus ini karena menggunakan vaksin dari SII. "Di Arab Saudi sudah diterapkan kewajiban imunisasi sebagai syarat anak masuk sekolah,"kata Rahman Rustan, Direktur Biofarma ketika saat konferensi pers di Kementerian Kominfo (18/9).
Bayu Wardhana YMH
Sumber: independen.id