Ilustrasi (inet)
POLEWALI, MASALEMBO.COM - Tim seleksi (Timsel) rekrutmen anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) zona I (Kabupaten Polewali Mandar, Majene dan Mamasa) resmi mengeluarkan pengumuman hasil tes kesehatan dan wawancara, Senin (5/8).
Pengumuman tersebut dimuat melalui surat keputusan nomor: 43/Timsel.MMP/VIII/2018. Sebanyak 22 calon komisioner Bawaslu disebutkan namanya dalam lampiran surat tersebut. Namun, dari 22 nama yang ditetapkan, hanya terdapat satu perempuan atas nama Indriana Mustafa asal Kabupaten Majene.
Menyoal itu, aktivis perempuan Sulbar, Masyita, menyampaikan protes. Menurut Masyita, timsel Bawaslu di zona I telah mengabaikan keterwakilan perempuan, padahal telah diisyaratkan oleh undang-undang nomor 7 tahun 2017.
"Saya kira apa ya, sangat subjektiflah timsel ini, masa perempuan tidak menjadi pertimbangan sama sekali, apalagi di Polman biar satu tidak ada perempuan yang lolos, padahal Polman kan ada lima komisionernya," ucap Masyita.
Kepada wartawan media ini, Masyita mengungkap, terdapat peserta perempuan asal Polman yang sudah punya pengalaman cukup dalam penyelenggaraan Pemilu, sehingga menurutnya tidak rasional bila disebut wakil perempuan masih minim pengetahuan dan pengalaman kepemiluan. "Itu yang kita sesalkan, di Polman tidak satupun perempuan yang lolos padahal ada dua peserta perempuan yang cukup baik," ucap Direktur Program Lembaga Swadaya Mitra Bangsa (YASMIB) Sulawesi ini.
Dua Timsel Nyatakan Walk Out
Bukan hanya aktivis perempuan yang menyatakan tidak setuju sepinya perempuan di rekrutmen Bawaslu Kabupaten ini. Tidak adanya nama kaum Hawa di dua kabupaten (Polman dan Mamasa) bahkan membuat geram dua anggota timsel, Anwar Sadat dan Muh Yusri. Tak tanggung, dua timsel tersebut menyatakan walk out dan menolak menandatangani surat keputusan penetapan hasil tes kesehatan dan wawancara yang diumumkan, Senin kemarin.
"Saya walk out sebenarnya alasannya itu sederhana, tidak mengakomodir perempuan, itu sudah kami jelaskan juga di beberapa media," kata Anwar Sadat, yang dihubungi, Selasa (7/8).
Selain itu, kata Anwar, pihaknya mengaku kecewa dengan mekanisme pengambilan keputusan dalam timsel yang jelas-jelas mengabaikan prinsip demokrasi. "Tidak perlu saya jelaskan lebih jauh, yang jelasnya sangat tidak demokratis," pungkasnya mengaku kecewa.
Lebih lanjut, dosen STAI DDI Majene ini dengan tegas membantah, minimnya pengetahuan kepemiluan perempuan karena di Polman ada dua peserta perempuan yang cukup kompeten, "Bahkan menurut penilaian saya ada satu perempuan dari Polman yang mengungguli peserta laki-laki yang dinyatakan lolos. Kalau yang dari Mamasa memang saya akui pengetahuanya masih minim," katan Sadat.
Dikonfirmasi terpisah, aggota timsel lainnya, Abd. Latif mengatakan hal berbeda. Menurut Latif, kompetensi perempuan yang ikut proses rekrutmen memang belum mampu mengungguli peserta laki-laki. Sehingga kata dia, tidak bisa dipaksakan lolos ke tahap akhir rekrutmen Bawaslu Kabupaten.
"Kita sudah berusaha, tapi intinya tidak boleh kita menyalahi juknis yang ada, itu sudah akumulasi dari tes kesehatan dan wawancara, dan memang hasilnya seperti itu. Jadi kalau dari nilai yang ada memang seperti itu adanya," terang Latif, Selasa.
Latif menilai, umumnya perwakilan perempuan masih lemah dalam pengetahuan khususnya penyelenggaraan Pemilu dibandingkan dengan peserta laki-laki sehingga mau tidak mau keterwakilan perempuan di dua kabupaten nihil.
Menyoal dua anggota timsel yang menyatakan walk out, Latif mengatakan, hal itu telah dikordinasikan ke Bawaslu RI dan bukan jadi penghalang bagi timsel untuk menetapkan hasil putusan tes kesehatan dan wawancara. "Iya, jadi memang dua timsel mengatakan walk out, kami sempat pending dan karena kita berburu deadline maka akhirnya kami sampaikan ke Bawaslu RI dan arahannya penetapan tetap dilanjutkan," katanya.
Kata Latif, meski dua anggota timsel tidak membubuhkan tanda tangan, namun pengambilan keputusan tetap sah karena sudah kuorum. (har/red)