Massa AWAS saat menggelar aksi di depan kantor BI (Foto: Ist) |
Baca juga: Puluhan Orang Kembali Demo di Kantor BI Sulbar
Aksi mengarak pakian dalam perempuan ini menuai kecaman awalnya muncul dari protes Staf Humas Pemkab Majene Anugrahwati M Sila yang dituangkan dalam tulisan opini, dimuat Harian Radar Sulbar, edisi Jumat 4 Mei 2018. Dalam tulisan itu, Anugrah menyorot ketidak berpihakan massa AWAS pada perempuan saat beraksi di depan kantor BI Sulbar.
Selain menulis opini, protes Anugrah juga dipublikasi melalui akun facebook miliknya. Berikut tulisan Anugrahwati M Sila dikutip dari laman facebook miliknya:
DALAMAN Kami Bukan Alat Peraga
Tuntut Permintaan Maaf
Saat mengeringkan pakaian dalam..kami bahkan menaruhnya di sudut jauh yg
tak nampak...itu karna kami malu.."DALAMAN" bukan sesuatu yang bisa kami ekspose sesuka jidat...nah..anda yang sama sekali tidak menggunakan " bra" namun...dengan Percaya Diri mengarak ke kantor BI menjadikan "DALAMAN" kami sebagai alat peraga demonstrasi, yang konyolnya isi tuntutan sama sekali bertolak belakang....
Kalau ini di tiru pendemo lain..anda bukan lagi pewarta yang mencerahkan..tapi pewarta yang mewariskan nilai nilai "hina" layaknya orang yg terintimidasi dengan "DALAMAN" wanita.
Kami para perempuan yang sensitif dengan ini..mengecam dan menuntut permohonan maaf anda semua..itu belum menyembuhkan luka..tapi setidaknya lebih baik dari pada diam saja.. atau paling tidak berpura puralah menyesal...
perempuan....!!!!kita sering digambarkan cerewet......kalau hari ini kita " Teriak"..karna harga diri kita dipermainkan...akan jauh lebih cantik dari pada "ngegosip"...
dengan penuh kerendahan hati..saya kembali mengajak..teman teman perempuan siapa pun itu..untuk men"share ini...dengan (hastag) #dalamankamibukanalatperaga....
jangan lupa tag teman kalian...
#tolakpenghinaan
#saveperempuan
#tuntutpermohonanmaaf
#dalamankamibukanalatperaga.
AWAS Panen Kecaman
Postingan ini lantas dibanjiri tanggapan. Ada yang membagikan dan tak sedikit komentar bernada kecaman. Umumnya komentar datang dari kaum perempuan. Seperti dari akun Ifit Nurfitri Ishaq. Dia membagikan postingan Anugrah dengan komentar prihatin. Berikut tulisnya:
Membaca tulisan rekan saya, Anugrawaty M Sila ini, serasa ditampar!
Belum cukup kita dengan suguhan media massa yang _beberapa_ masih tak peduli bagaimana menempatkan hati dan etika pada penulisan kasus terhadap perempuan,
Kali ini, baru-baru ini, di Sulbar, ada pengunjukrasa _mengaku wartawan_ berunjukrasa dengan mengarak pakaian dalam perempuan, padahal isi unjukrasa mereka samaskali tak ada kaitannya dengan issu perempuan, bahkan bukan unjukrasa menolak kenaikan harga dalaman.
Hei... kalian arak2 cari perhatian, seremeh itu kah dalaman wanita?!
Arak "Dalaman" Perempuan Dinilai Kekerasan Non Verbal
Saat dikonfirmasi, Anugrah menilai, tindakan mengarak pakaian "dalaman" perempuan saat aksi adalah bentuk kekerasan non verbal bagi kaum Hawa.
"Bukan hanya di gampar baru kekerasan, disiul-siul di jalan, diejek, dihina, direndahkan, itu semua kekerasan bagi perempuan," tegas mantan Jurnalis Fajar TV Makassar ini.
Terpisah, aktivis KOHATI HMI Cabang Manakarra pun menyampaikan keprihatinan atas aksi arak pakaian intim perempuan tersebut.
"Kenapa harus dalaman perempuan? Tidak tahu apa, kalau ibunya perempuan," kata Rosmini, mahasiswi STIEM Mamuju.
"Sekedar minta maaf belum bisa mengobati rasa kecewa, kenapa pas teklap tidak ada yang berfikir kakau akan ada yang tidak menerima itu," lanjutnya mengaku prihatin.
Menanggapi kecaman dan tuntutan permintaan maaf dari kelompok perempuan, orator aksi AWAS Mamuju Ashari Rauf tidak banyak komentar. Kendati demikian pihaknya menegaskan, penggunaan alat peraga "dalaman" perempuan saat aksi adalah bagian terpisah dari tuntutannya terhadap Kepala BI Sulbar Dadal Angkoro.
"Nanti saya menulis di Radar Sulbar, dan di akhir kalimat nanti saya akan sampaikan permohonan maafnya. Kalau aksi, tidak mungkin minta maaf," singkat Ashari via Watshap. (har/red)