Ratusan warga padati Jl. Poros Rante Rante- Kota Mamasa (Foto: Kedi Liston Parangka/masalembo.com) |
Informasi yang dihimpun masalembo.com di lokasi, aksi warga yang diwarnai bakar ban bekas itu telah dimulai sejak Minggu (18/2) malam.
Yunus salah seorang warga mengungkapkan, warga akan melakukan perlawanan jika eksekusi tetap dilanjutkan.
"Kami pasti melawan, karena tanah yang kami tumpangi sejak tahun 1983 ini memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Kami selalu bayar pajak dan ada buktinya," bebernya.
Menurut warga lainnya, Dominggus, bahwa sebelumnya mereka pernah bermohon untuk diterbitkan sertifikat tanah. Namun hal itu tidak dibenarkan karena lokasi tersebut diklaim tanah negara oleh pertanahan.
"Kami pernah bermohon untuk pengadaan sertifikat namun pihak pertanahan tidak membenarkan karena lokasi itu dianggap tanah negara, sehingga saya heran kalau ada orang yang mengakui tanah itu miliknya dan telah diterbitkan sertifikat," tuturnya.
Ia mengungkapkan, jika seandainya yang menyuruh warga meninggalkan bangunan tersebut adalah pemerintah setempat, maka warga akan menurutinya.
"Tapi kalau ada oknum mau usir kami, kami akan bertahan sampai titik darah penghabisan," terangnya.
Andarias, warga yang turut menolak eksekusi menuturkan, pihaknya menolak penggusuran lahan tersebut dengan alasan terjadi kesalahan pahaman pada saat jual beli tanah antara penggugat dan tergugat.
"Beberapa tahun lalu, ada jual beli sepetak sawah antara penggugat dan tergugat, tetapi pembeli mengklaim bahwa bukan hanya sawah yang ia beli, tetapi juga tanah kering sampai di pinggir jalan poros," tuturnya.
Warga sempat memblokade seluruh badan jalan saat PJS Bupati Mamasa, Bonggalangi dan eksekutor PN Polewali akan melintas. Hal itu membuat arus kendaraan lumpuh total hingga PJS Bupati turun dari mobilnya untuk menenangkan massa.
"Saya minta warga buka blokade jalan, hal ini akan diselesaikan oleh lembaga adat. Jadi nanti orang tua (Lembaga adat, red) yang memanggil kedua belah pihak agar hadir sehingga bisa ditemukan solusinya," ujar Bonggalangi.
Ia juga menyampaikan, setelah dirinya berkoordinasi dengan PN Polewali, maka dijamin tidak akan ada eksekusi sampai ada keputusan yang diambil oleh lembaga adat.
Sempat terjadi ketegangan ketika warga memaksa PJS Bupati untuk memberi jaminan berupa pernyataan tertulis bahwa tidak akan dilakukan eksekusi lahan.
"Pokoknya tidak akan ada eksekusi selama difasilitasi lembaga adat untuk menyelesaikan persoalan ini, saya jadi jaminannya bagi warga," katanya.
Ketua Pengadilan Polewali, Herywanti yang diminta keterangannya di lokasi mengungkapkan, dengan pertimbangan kemanusiaan pihaknya memberi kesempatan kepada lembaga adat untuk memfasilitasi penyelesaian hal tersebut.
"Kami beri waktu hingga tanggal 26 Januari bagi lembaga adat untuk mencari solusinya," terangnya.
Ia menambahkan, jika sampai batas waktu yang diberikan tidak ada solusi yang ditemukan, maka eksekutor PN Polewali terpaksa akan melakukan eksekusi.
"Tentu kami akan pakai alat berat, ekskavator untuk eksekusi karena ada bangunan rumah yang akan dirubuhkan," tambahnya.
Soal proses hukum peninjauan kembali yang akan ditempuh warga, Ia mengatakan hal tersebut nantinya tidak akan menghalangi proses eksekusi. (klp/tfk/har)