Luapan sungai ini memicu banjir Malunda (Foto: Insert Ika Sahida/ facebook) |
Kepada wartawan masalembo.com, Senin (25/12), Anwar mengatakan tidak setuju jika banjir tersebut dipicu oleh keberadaan bendungan di Kayuangin. Dia menyebut persoalan banjir itu lebih disebabkan terganggunya daerah aliran sungai (DAS) dan penggundulan hutan di daerah hulu sungai.
"Kita tidak bisa persalahkan bendungannya, tapi lihat di hulu sungainya, bagaimana hutan lindung yang habis dibabat," kata tokoh masyarakat Kecamatan Malunda ini.
Lanjut Anwar menjelaskan, penggundulan hutan di hulu sungai, sebagai konsekuensi dari program-program pemerintah, diantaranya percetakan sawah baru yang diprogramkan Pemerintah Kabupaten Majene dan jalan tani di desa.
"Ingat ya, kemarin itu (tahun lalu, red) ada percetakan sawah baru yang tidak memiliki kajian amdal yang memadai. Di daerah Lombang timur itu, puluhan hektar lahan hutan lindung ditebang," terang Anwar.
Anwar mengungkap hingga kini tidak pernah ada upaya mengembalikkan fungsi hutan lindung di daerah hulu sungai Malunda yang ditebang. "Karena itu, wajar air yang masuk melimpah, dan tentu banjir," katanya.
Lewat sambungan telpon, Anwar Samal mengingatkan, data dari Dinas Kehutanan, di wilayah Kabupaten Majene terdapat 58 ribu hektar lebih kawasan hutan lindung di Majene. 51 ribu hektar-nya ada di Malunda-Ulumanda. "Inilah (hutan lindung) yang selama ini jadi sasaran percetakan sawah baru, dan termasuk juga perambahan hutan karena adanya jalan tani," ungkap Samal.
Dikatakan, akibat eksploitasi hutan lindung tanpa sikap arif dan bijaksana, bendungan Kayuangin tidak mampu lagi menampung air sehingga tanpa dialirkan air pun akan melimpah dan jadi pemicu bencana banjir.
"Jadi bukan bendungannya yang bermaslah, bukan, tapi ini air yang melimpah. Buktinya tidak ada hujan di hilir, tiba-tiba ada banjir. Jadi fokus saya jangan kita lihat hilirnya, jangan lihat banjirnya, mari kita tegok ke huli sungai," tegasnya.
Sebelumnya, tokoh masyarakat Malunda yang juga Ketua Komisi I DPRD Majene, Hasriadi, menuding terjadinya banjir di Malunda belum lama ini, dipicu oleh keberadaan bendungan Kayuangin yang tidak mempunyai kajian analisis dampak lingkungan (amdal) yang baik.
Dilansir salah satu media lokal di Majene, Hasriadi mengatakan, keberadaan bendungan yang diproyeksi untuk mengairi sekitar 1.121 hektar sawah itu membuat dilema warga Malunda.
"Begini, saat itu (kejadian banjir Malunda) jika pintu air dibuka maka tenggelam Kayuangin dan Malunda. Sedangkan jika pintu ditutup maka Bambangan yang tenggelam. Kenapa bisa seperti ini, jika Amdal dan Konsultan yang paling bertanggung jawab," kata Hasriadi, dilansir tabloid Mandar News.
"Ini kan berbahaya karena bendungan lebih tinggi dari pemukiman dan dibangun dengan dengan pemukiman," lanjutnya.
Untuk diketahui, banjir yang merendam wilayah Kecamatan Malunda belum lama ini, memuncak pada 5 Desember 2017 petang hingga malam.
Baca: Tak Mampu Lawan Arus Banjir, Pengendara Motor Balik Arah
Banjir akibat hujan deras yang mengguyur hulu sungai Malunda berdampak pada kerusakan ratusan hektar sawah. Selain itu, warga di tiga desa yakni Bambangan, Lombang, Lombong Timur serta Kelurahan Malunda mengalami sejumlah kerugian material akibat musibah alam tersebut. (eg/har)