Oleh: Fiktor Parantang*)
KENYATAAN dunia yang menghadapkan manusia pada persoalan-persoalan kemanusiaan dan kehidupan yang kompleks juga meramba bangsa Indonesia yang dikenal indah dan kaya. Indonesia pun tak luput dari berbagai permasalahan kemanusiaan dan kehidupan yang kompleks.
Sudah lebih dari 70 tahun bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya, namun fakta membuktikan bahwa bangsa ini masih dililit oleh berbagai persoalan yang bertentangan dengan makna dari kemerdekaan itu sendiri, penindasan, kekerasan, diskriminasi dan pengekangan hak asasi manusia masih saja terjadi. Cita-cita luhur unuk mewujudkan perdamaian abadi masih sebatas pada slogan.
Sebagai insan, pasti kita semua menginginkan suasana yang damai dalam kehidupan, namun mengapa rasa itu nampaknya begitu mahal dan terasa hilang saat ini?. Kedamaian seolah-olah termakan oleh situasi yang semakin tak sedap dengan persoalan yang menggunung, damai antar sesama seolah menjadi komoditas mahal di negeri ini, kekerasan horizontal semakin menjadi-jadi, perkelahian antar warga, tawuran pelajar dan mahasiswa. sampai pada konflik yang berbau SARA seakan menjadi warna yang mencerminkan merosotnya etika kehidupan berbangsa.
Era reformasi yang diharapkan bisa membawa angin segar dan titik terang justru tidak memperlihatkan perubahan yang berarti. Situasi kedamaian menjadi samar-samar oleh kepentingan pribadi dan kelompok. Sikap intoleran oleh sebagian kalangan nampaknya masih terjadi. Eforia demokrasi justru terkadang memabukkan elite, sehingga wadah-wadah demokrasi seperti DPR hanya bagaikan panggung sandiwara saja. Peristiwa beruntun yang terjadi akhir-akhir ini membuat miris serta melukai tatanan kehidupan pluralitas bangsa, dan tindakan tersebut menjadi indikator akan redupnya tatanan kehidupan toleransi kita. Peristiwa yang terjadi membuat masyarakat jenuh dan muak dengan tatanan kehidupan yang tidak jelas kemana arahnya, hingga seolah tak ada lagi setrum yang bisa mempersatukan. Kesalapahaman, perbedaan prinsip, ketersinggungan, dan egoisme yang muncul seolah menjadi borok yang terkadang membuat sulit untuk saling menerima, sehingga berujung pada konflik yang memilukan hati.
Hukum dan Keadilan
Konflik kekerasan yang selama ini terjadi bukan hanya fenomena politik tapi juga adalah fenomena social dan masyarakat juga dilanda oleh hilangnya rasa aman. Komitmen Negara untuk menegakkan hukum dan keadilan serta jaminan kebebasan bagi seluruh komponen bangsa agak mengecewakan. Ketidakadilan dan ketakutan ternyata masih membayang-bayangi masyarakat. Sistem ketatanegaraan hanya menjadi alat untuk memperkuat kekuasaan, sehingga kata demokrasi hanya menjadi jargon untuk membenarkan praktek-praktek penyimpangan penyelenggara Negara
Ada banyak peristiwa yang menunjukkan betapa hukum dan keadilan kita seakan tak berdaya, ini menunjukkan bahwa reformasi dibidang hukum belum berhasil. Kebenaran yang hendak diungkap atas skandal dan kasus sulit didapatkan. Lalu dimana lagi keadilan itu akan dicari dan diperolah jika Negara tak mampu lagi memberikannya?
Pluralisme dan Multikulturalisme
Masalah pluralisme dan multikulturisme di bangsa ini memerlukan sikap arif dan bijaksana seluruh komponen bangsa, karena kerinduan untuk mengembangkan sikap santun dalam pergaulan internal bangsa Indonesia dengan menghargai kemajemukan disegala bidang masih sering dihadang oleh sikap-sikap ekslusif dan arogansi kelompok tertentu. Memang diakui bahwa tidak mudah untuk menciptkan rasa adil, rukun, dan damai ditengah-tengah perbedaan yang kompleks, namun itu bukanlah kemustahilan.
Menyikapi hal itu, maka yang terpenting adalah bagaimana mengembangkan dan membagun kerukunan antar umat beragama, sebab fanatisme yang sempit hanya bisa dilawan secara bersama bilamana semua pihak menyadari bahwa kerukunan adalah suatu kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar dan perbedaan adalah hal yang mutlak. Kesadaran dan penerimaan akan pluralisme dan multikultur perlu dbimbing dengan penuh kesabaran dan komitmen yang kuat, kita harus mulai belajar untuk menghargai dan meneriama kenyataan yang majemuk itu.
Peran Generasi Muda
Berangkat dari semua kondisi dan permasalahan bangsa yang kompleks tersebut, maka sebagai anak bangsa dan warga yang baik kita harus merasa terpanggil minimal memberikan sumbangan pikiran dan ikut berpartisipasi penuh dalam mencari solusi. Dibutuhkan sikap dan usaha yang penuh kearifan untuk sebuah jalan keluar yang baik, dalam hal ini generasi muda dapat berperan penting untuk menumbuhkan kesadaran di kalangan masyarakat tentang pentingnya sikap hidup yang menghargai pluralitas dan multikultur.
Pencarian kedamaian dalam hubungan antar masyarakat yang berbeda agama dan budaya diperlukan pendekatan yang bijaksana dan penuh kesabaran.
Mencermati hal itu, maka sudah saatnyalah generasi muda sebagai harapan bangsa kembali bangkit mengambil peran sebagai kekuatan pendobrak pada kebekuan dan kejenuan bangsa ini. Generasi muda harus bangkit dengan misi revolusiner yang diiringi nilai-nilai idealis.
Ada banyak ruang dan tempat untuk menjadi mediator pada terciptanya solidaritas bangsa, antara lain dengan membangun jaringan kerjasama antar organisasi kepemudaan atau kemahasiswaan yang memiliki keprihatinan yang sama. Dalam hal ini diperlukan ruang-ruang dialog sebagai salah satu bentuk jalan keluar untuk memikirkan pokok permasalahan bersama, ruang dialog juga bisa mengajak kelompok keagamaan untuk membangun pemahaman bersama akan pluralitas.
Peran generasi muda untuk mewujudkan suasana yang kondusif di tengah-tengah masyarakat sangatlah penting, generasi muda perlu hadir sebagai pemecah kebuntuan dalam mendorong kembali bangkitnya kesadaran moral dan solidaritas bangsa untuk menjawab cita-cita proklamasi. Pemuda harus bangkit untuk mendorong penegakan hukum dan keadilan, sebab tanpa penegaan hukum, maka bangsa kita akan semakin keropos. Kita harus membangun pemahaman yang sama, perbedaan ideologi tidak harus menyebabkan kita bertolak belakang, tidak harus saling manghina, tidak harus saling mencela, tapi kita harus hidup berdampingan dengan damai. Marilah kita memandang perbedaan secara bijak untuk dijakdikan gerakan pelangi yang mempersatukan, dan bisa membangun pola pikir yang mementingkan keadilan dan perdamaian.
Hal ini penting untuk kita sikapi bersama terkait konteks lokal kehidupan keberagaman kita, agar situasi konflik yang terjadi di daerah lain tidak meramba. Sebab apapun modelnya, tindakan kekerasan adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan, oleh karena itu Agama sebagai sumber kedamaian yang membawa pesan kasih sayang harus tetap dipertahankan. (*)
*) Penulis adalah tokoh pemuda Gereja Toraja Mamasa (GTM)/ Sekertaris Umum Persekutuan Pemuda GTM
KENYATAAN dunia yang menghadapkan manusia pada persoalan-persoalan kemanusiaan dan kehidupan yang kompleks juga meramba bangsa Indonesia yang dikenal indah dan kaya. Indonesia pun tak luput dari berbagai permasalahan kemanusiaan dan kehidupan yang kompleks.
Sudah lebih dari 70 tahun bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya, namun fakta membuktikan bahwa bangsa ini masih dililit oleh berbagai persoalan yang bertentangan dengan makna dari kemerdekaan itu sendiri, penindasan, kekerasan, diskriminasi dan pengekangan hak asasi manusia masih saja terjadi. Cita-cita luhur unuk mewujudkan perdamaian abadi masih sebatas pada slogan.
Sebagai insan, pasti kita semua menginginkan suasana yang damai dalam kehidupan, namun mengapa rasa itu nampaknya begitu mahal dan terasa hilang saat ini?. Kedamaian seolah-olah termakan oleh situasi yang semakin tak sedap dengan persoalan yang menggunung, damai antar sesama seolah menjadi komoditas mahal di negeri ini, kekerasan horizontal semakin menjadi-jadi, perkelahian antar warga, tawuran pelajar dan mahasiswa. sampai pada konflik yang berbau SARA seakan menjadi warna yang mencerminkan merosotnya etika kehidupan berbangsa.
Era reformasi yang diharapkan bisa membawa angin segar dan titik terang justru tidak memperlihatkan perubahan yang berarti. Situasi kedamaian menjadi samar-samar oleh kepentingan pribadi dan kelompok. Sikap intoleran oleh sebagian kalangan nampaknya masih terjadi. Eforia demokrasi justru terkadang memabukkan elite, sehingga wadah-wadah demokrasi seperti DPR hanya bagaikan panggung sandiwara saja. Peristiwa beruntun yang terjadi akhir-akhir ini membuat miris serta melukai tatanan kehidupan pluralitas bangsa, dan tindakan tersebut menjadi indikator akan redupnya tatanan kehidupan toleransi kita. Peristiwa yang terjadi membuat masyarakat jenuh dan muak dengan tatanan kehidupan yang tidak jelas kemana arahnya, hingga seolah tak ada lagi setrum yang bisa mempersatukan. Kesalapahaman, perbedaan prinsip, ketersinggungan, dan egoisme yang muncul seolah menjadi borok yang terkadang membuat sulit untuk saling menerima, sehingga berujung pada konflik yang memilukan hati.
Hukum dan Keadilan
Konflik kekerasan yang selama ini terjadi bukan hanya fenomena politik tapi juga adalah fenomena social dan masyarakat juga dilanda oleh hilangnya rasa aman. Komitmen Negara untuk menegakkan hukum dan keadilan serta jaminan kebebasan bagi seluruh komponen bangsa agak mengecewakan. Ketidakadilan dan ketakutan ternyata masih membayang-bayangi masyarakat. Sistem ketatanegaraan hanya menjadi alat untuk memperkuat kekuasaan, sehingga kata demokrasi hanya menjadi jargon untuk membenarkan praktek-praktek penyimpangan penyelenggara Negara
Ada banyak peristiwa yang menunjukkan betapa hukum dan keadilan kita seakan tak berdaya, ini menunjukkan bahwa reformasi dibidang hukum belum berhasil. Kebenaran yang hendak diungkap atas skandal dan kasus sulit didapatkan. Lalu dimana lagi keadilan itu akan dicari dan diperolah jika Negara tak mampu lagi memberikannya?
Pluralisme dan Multikulturalisme
Masalah pluralisme dan multikulturisme di bangsa ini memerlukan sikap arif dan bijaksana seluruh komponen bangsa, karena kerinduan untuk mengembangkan sikap santun dalam pergaulan internal bangsa Indonesia dengan menghargai kemajemukan disegala bidang masih sering dihadang oleh sikap-sikap ekslusif dan arogansi kelompok tertentu. Memang diakui bahwa tidak mudah untuk menciptkan rasa adil, rukun, dan damai ditengah-tengah perbedaan yang kompleks, namun itu bukanlah kemustahilan.
Menyikapi hal itu, maka yang terpenting adalah bagaimana mengembangkan dan membagun kerukunan antar umat beragama, sebab fanatisme yang sempit hanya bisa dilawan secara bersama bilamana semua pihak menyadari bahwa kerukunan adalah suatu kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar dan perbedaan adalah hal yang mutlak. Kesadaran dan penerimaan akan pluralisme dan multikultur perlu dbimbing dengan penuh kesabaran dan komitmen yang kuat, kita harus mulai belajar untuk menghargai dan meneriama kenyataan yang majemuk itu.
Peran Generasi Muda
Berangkat dari semua kondisi dan permasalahan bangsa yang kompleks tersebut, maka sebagai anak bangsa dan warga yang baik kita harus merasa terpanggil minimal memberikan sumbangan pikiran dan ikut berpartisipasi penuh dalam mencari solusi. Dibutuhkan sikap dan usaha yang penuh kearifan untuk sebuah jalan keluar yang baik, dalam hal ini generasi muda dapat berperan penting untuk menumbuhkan kesadaran di kalangan masyarakat tentang pentingnya sikap hidup yang menghargai pluralitas dan multikultur.
Pencarian kedamaian dalam hubungan antar masyarakat yang berbeda agama dan budaya diperlukan pendekatan yang bijaksana dan penuh kesabaran.
Mencermati hal itu, maka sudah saatnyalah generasi muda sebagai harapan bangsa kembali bangkit mengambil peran sebagai kekuatan pendobrak pada kebekuan dan kejenuan bangsa ini. Generasi muda harus bangkit dengan misi revolusiner yang diiringi nilai-nilai idealis.
Ada banyak ruang dan tempat untuk menjadi mediator pada terciptanya solidaritas bangsa, antara lain dengan membangun jaringan kerjasama antar organisasi kepemudaan atau kemahasiswaan yang memiliki keprihatinan yang sama. Dalam hal ini diperlukan ruang-ruang dialog sebagai salah satu bentuk jalan keluar untuk memikirkan pokok permasalahan bersama, ruang dialog juga bisa mengajak kelompok keagamaan untuk membangun pemahaman bersama akan pluralitas.
Peran generasi muda untuk mewujudkan suasana yang kondusif di tengah-tengah masyarakat sangatlah penting, generasi muda perlu hadir sebagai pemecah kebuntuan dalam mendorong kembali bangkitnya kesadaran moral dan solidaritas bangsa untuk menjawab cita-cita proklamasi. Pemuda harus bangkit untuk mendorong penegakan hukum dan keadilan, sebab tanpa penegaan hukum, maka bangsa kita akan semakin keropos. Kita harus membangun pemahaman yang sama, perbedaan ideologi tidak harus menyebabkan kita bertolak belakang, tidak harus saling manghina, tidak harus saling mencela, tapi kita harus hidup berdampingan dengan damai. Marilah kita memandang perbedaan secara bijak untuk dijakdikan gerakan pelangi yang mempersatukan, dan bisa membangun pola pikir yang mementingkan keadilan dan perdamaian.
Hal ini penting untuk kita sikapi bersama terkait konteks lokal kehidupan keberagaman kita, agar situasi konflik yang terjadi di daerah lain tidak meramba. Sebab apapun modelnya, tindakan kekerasan adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan, oleh karena itu Agama sebagai sumber kedamaian yang membawa pesan kasih sayang harus tetap dipertahankan. (*)
*) Penulis adalah tokoh pemuda Gereja Toraja Mamasa (GTM)/ Sekertaris Umum Persekutuan Pemuda GTM